Sebagai kaum yang tadinya dibiayai orangtua, karyawan muda tentunya bahagia mendapati dirinya mendapat gajinya sendiri. Beberapa dari antara mereka ada yang memilih untuk belanja, memberi pada orangtua, menabung, dan lain-lain.
Namun, sebelum kamu terjebak pada masalah finansial yang lebih pelik, periksa dulu poin-poin di bawah ini. Mungkin saja kamu masih meraba-raba insting mengatur pengeluaranmu. Karenanya, jangan sampai problem-problem berikut kamu alami!
Fresh graduates barangkali jadi sosok yang paling sering menanyakan ini. Pasalnya, mereka belum menemukan instingnya dalam mengelola keuangan dibandingkan mereka yang sudah profesional dan berpengalaman.
Penyebabnya bisa jadi karena ada kebobolan kecil dalam keuanganmu. Karenanya, kamu tidak menyadari hal ini. Cobalah membuat anggaran per bulan untuk memastikannya. Kamu bahkan bisa menggunakan aplikasi khusus untuk mencatatnya.
Coba biasakan transaksi tunai daripada menggesekkan kartu. Dengan demikian, kamu lebih menyadari berapa banyak uang yang sudah kamu gelontorkan. Simpan pula nota-nota pembelianmu agar pengeluaranmu terpantau sudah sejauh apa.
Jika kamu berpikir membuat anggaran itu adalah penyelamat dari apa pun, kamu salah! Anggaran memang bisa membantumu mengurangi pengeluaran dan lebih berhemat. Tapi jika kamu tidak menahan nafsu konsumtif, tentu saja ini lain ceritanya.
Perlakukanlah anggaran sebagai apa yang bisa dibeli dan apa yang dilarang dibeli, ketimbang rencana yang harus diikuti secara lurus. Mungkin, selama 3-4 bulan, ini akan terasa sulit. Namun, bukan berarti kamu harus menyerah.
Tetaplah ikuti anggaranmu tersebut sambil menemukan formula persentase pengeluaran yang tepat! Kalau sudah jago, sistem pengeluaranmu tidak akan berantakan lagi.
Membeli barang-barang adalah sebagian kebahagiaan dari bekerja dan memperoleh gaji. Namun, jika lepas kendali, risikonya adalah kamu tidak bisa menabung sama sekali.
Kalau kamu berpikir masih punya banyak waktu untuk menabung, masalahnya, masa depan itu tak bisa diprediksi. Contoh nyatanya adalah situasi pandemik seperti sekarang. Orang yang punya keuangan stabil, tiba-tiba harus di-PHK atau gajinya dipotong sekian persen.
Penyebab kamu tidak bisa menabung adalah prioritasmu jauh lebih besar pada belanja, baru kemudian pada tabungan. Akhirnya, gajimu hampir sebagian besar jatuh pada pengeluaran yang sekilas tampak penting dan gajimu tinggal tersisa sedikit.
Sebagai solusinya, coba tukar prioritasmu. Taruh tabungan di nomor satu dan pembelanjaan di nomor dua. Efeknya bisa jadi terlihat signifikan dan mengejutkan, namun kamu akan terlatih bijaksana dengan paksaan seperti ini.
Di saat gajian masih satu atau dua minggu lagi, kamu sudah mulai menghemat uang untuk makan? Kamu jadi lebih irit untuk listrik dan biaya kuota? Jika ini terus-terusan berulang, kamu harus antisipasi!
Bisa jadi rangkaian hal tersebut berulang karena kamu terlalu banyak belanja, sedikit atau sama sekali tidak menabung, dan dilengkapi dengan pemikiran jangka pendek soal keuangan. Bagimu, hari ini ya hari ini, tanpa memikirkan esok hari dan seterusnya.
Hati-hatilah dalam mengatur keuanganmu! Anggarkan uang belanja ke nominal yang pasti agar lingkaran kehidupan yang ngenes tadi, bisa diputus. Jika memang gajimu sangat mepet dengan UMR, carilah pemasukan tambahan.
Utang bisa menjadi beban keuangan utama, di luar kebutuhan seperti makan, tempat tinggal, dan transportasi. Utang yang tak terkendali kerap diceritakan menimbulkan stres jika berlarut-larut.
Kasus-kasus utang yang umumnya terjadi, biasanya karena seseorang tidak terima atau tidak puas dengan kondisi finansialnya yang sebenarnya. Karena itu, mereka mencari jalan pintas dengan berutang.
Jika kamu masih memiliki utang, segera selesaikan kewajiban tersebut. Menabunglah sedikit demi sedikit untuk melunasinya. Kurangi sekian persen pengeluaranmu untuk itu.
Itu dia masalah finansial yang kerap dialami karyawan muda. Bersyukurlah jika kamu tidak mengalaminya. Tapi jika beberapa di antaranya terjadi, segeralah mengatur anggaran dan temukan formula yang tepat!