TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Hati-hati, Institusi Keuangan Jadi Sasaran Empuk Serangan Ransomware 

Serangan siber sasar bank maupun fintech

Menlo Security Inc. turut menyuarakan pentingnya kemajuan keamanan siber untuk memenuhi kebutuhan cara kerja modern saat ini. (IDN Times/Yudi Suprobo)

Jakarta, IDN Times - Institusi keuangan di Indonesia masih menjadi sasaran empuk dari serangan ransomware. Perusahaan software bidang keamanan cloud Menlo Security Inc menyebut serangan siber bisa terjadi baik kepada institusi keuangan sekaliber bank maupun finansial technology (fintech)

"Memang betul bahwa bank maupun institusi keuangan sudah menerapkan protokol pencegahan serangan ransomware. Namun, di Indonesia tidak sedikit juga laporan mengenai ransomware yang terjadi ke institusi keuangan hingga saat ini," ujar Regional Director, Southeast Asia, Menlo Security, CK Mah, Senin (6/6/2022).

Baca Juga: Sekitar 200 Perusahaan AS Kena Serangan Ransomware

Baca Juga: Kosta Rika Umumkan Keadaan Darurat Imbas Peretasan Siber Ransomware

1. Indonesia jadi korban terbanyak serangan ransomware di ASEAN

Menlo Security Inc. turut menyuarakan pentingnya kemajuan keamanan siber untuk memenuhi kebutuhan cara kerja modern saat ini. (IDN Times/Yudi Suprobo)

Mah mengatakan serangan siber yang berpotensi terjadi di sejumlah institusi keuangan yang ada di tanah air bukan tanpa alasan. Sebuah laporan terbaru oleh National Cyber Security Index (NCSI) menunjukkan bahwa keamanan siber Indonesia berada di peringkat keenam di antara negara-negara ASEAN lainnya dan ke-83 dari 160 negara secara global. 

"Sebuah laporan Interpol juga menegaskan hal ini dengan menyebutkan bahwa sekitar 2,7 juta ransomware terdeteksi di negara-negara ASEAN sepanjang tahun 2021 dan Indonesia memimpin dengan 1,3 juta kasus," kata Mah.

Baca Juga: Ratusan Bisnis di 5 Benua Terdampak Serangan Ransomware

2. Jaringan lama jadi penyebab serangan ransomware

kaspersky.com

Menurut Mah, ancaman serangan siber pada umumnya menyasar perusahaan besar dan institusi pemerintahan, terutama dalam tiga tahun terakhir. Padahal percepatan digitalisasi Indonesia sangat pesat selama pandemik.

"Sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia saat ini memiliki 202 juta pengguna internet, berkontribusi sekitar 70 miliar dolar AS terhadap ekonomi digital nasional pada 2021, dengan 146 miliar dolar AS diproyeksikan pada 2025," katanya.

Salah satu alasan utamanya adalah jaringan lama (legacy network) dan infrastruktur keamanan jaringan tidak lagi mampu mengakomodasi cara bekerja pada lanskap modern saat ini. Jaringan lama itu juga tidak dapat mencegah Highly Evasive Adaptive Threats (HEAT) yang dapat mengakibatkan ransomware.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya