TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Belajar dari Layangan Putus, Ini Lho Pentingnya Manajemen Keuangan

Belajar financial planning dari sekarang, yuk!

(Ilustrasi) IDN Times/Sukma Shakti

Jakarta, IDN Times - Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan kisah "Layangan Putus". Bahkan, cerita tersebut sempat menjadi trending topic di Twitter. Pengakuan seorang ibu empat anak yang ditelantarkan suami demi wanita idaman lain ini sukses menyedot perhatian warganet.

Dalam cerita bersambung tersebut, dikisahkan seorang perempuan yang mengalami kesulitan finansial pasca-bercerai dengan suami. Biaya sekolah anak, les, hingga tagihan listrik jadi momok sang ibu.

Menurut Perencana Keuangan Finansialku.com, Melvin Mumpuni, suami dan isteri harus melek finansial. Hal itu untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkan. Seperti apa sih? Simak penjelasan Melvin berikut ini.

Baca Juga: 7 Aplikasi Manajemen Keuangan Terbaik untuk Android di 2019, Yuk Coba!

1. Keluarga harus punya double income

(Ilustrasi) IDN Times/Mela Hapsari

Melvin mengatakan, sebuah keluarga seyogianya memiliki double income dari pihak istri dan suami. Walaupun tidak mengalami kejadian ditinggal pasangan, pengeluaran untuk biaya hidup tetap besar, apalagi kalau anaknya banyak.

"Belajar dari cerita Layangan Putus itu, si istri seharusnya mulai membuat rencana keuangan sejak dini. Saya rasa kasus itu (Layangan Putus) mencerminkan komunikasi finansial yang buruk," ujar Melvin kepada IDN Times, Kamis (7/11).

2. Suami dan istri merupakan satu tim

go.greendot.com

Melvin menambahkan, suami dan istri harus bisa menjadi satu tim. Mereka harus mendiskusikan perkara keuangan dalam rumah tangga, misalnya terkait pengeluaran sehari-hari, dana pendidikan, simpanan, aset, dan sebagainya.

"Harus dua-duanya saling diskusi, sehingga tahu kondisi keuangan keluarga," ungkapnya.

3. Buang jauh-jauh deh mindset IRT tanpa penghasilah sama sekali!

IDN Times/Mela Hapsari

Menurut Melvin, masih banyak perempuan yang memilih menjadi fulltime ibu rumah tangga tanpa penghasilan sama sekali. Mindset itu harus dibuang jauh-jauh karena realitas kehidupan sering berkata lain. Bagaimana kalau suami meninggal dalam kecelakaan kerja, sementara biaya sekolah anak masih banyak? Bagaimana kalau suami tahu-tahu tergoda perempuan lain, lalu tidak dinafkahi sama sekali? Hal-hal seperti itulah yang patut diperhitungkan dalam mengelola keuangan rumah tangga.

"Jangan pernah berpikir kalau perempuan itu setelah menikah ya sudah, disuruh jadi IRT lalu full pensiun gitu (tidak berpenghasilan sama sekali). Jangan pernah kayak gitu," kata Melvin.

4. Jadi IRT it's okay asalkan pandai mengelola keuangan

(Ilustrasi uang) IDN Times/Sukma Shakti

Melvin mengatakan, jadi IRT sah-sah saja asal sudah melek finansial. Dia pun tidak mempermasalahkan istri yang memutuskan resign karena mau fokus mengurus anak balita. Namun, cashflow rumah tangga tetap harus dipikirkan. Seorang istri seyogianya bisa mencari tambahan penghasilan yang tidak mengganggu peran utama sebagai IRT.

"Misalnya sebagai dropshiper, reseller, atau kerjaan yang sifatnya commision fee. Kalau misal dia jago design, ya bisa menawarkan jasa design online. Zaman sekarang industri kreatif banyak, kok. Enggak harus kerja kantoran. Misal yang biasanya kerja kantoran sebulan digaji Rp5 juta, lalu jadi Rp2 juta setelah jadi IRT, ya enggak papa. Kan, fungsinya bukan jadi income utama," jelasnya.

Baca Juga: Kronologi Kisah Layangan Putus yang Viral, Ricky Zainal Klarifikasi!

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya