3 Jenis Akad yang Paling Banyak Dipakai Fintech Syariah di Indonesia
Pengetahuan masyarakat soal fintech syariah masih kecil
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Seiring dengan semakin berkembangnya ekonomi digital di Indonesia membuat kehadiran financial technology atau fintech juga semakin beragam. Salah satunya adalah kehadiran fintech syariah yang saat ini bisa dijumpai di tengah-tengah masyarakat.
Kendati begitu, Chief Executive Officer Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI), Ronald Yusuf Wijaya mengatakan bahwa fintech syariah legal masih kalah pamor dengan fintech konvensional legal.
"Dari 102 fintech yang sudah legal, hanya ada tujuh yang syariah. Itulah kenapa mungkin masyarakat belum terlalu banyak yang paham atau tahu keberadaan fintech syariah karena memang secara jumlah kami masih cukup kecil," ujar Ronald, kepada IDN Times dalam program Obrolan Berkah Seputar Ekonomi Syariah (OBSESi).
Salah satu hal yang menjadi perbedaan antara fintech syariah dan fintech konvensional adalah keberadaan konsep akad. Ronald pun menjelaskan tiga jenis akad yang banyak digunakan para penyelenggara fintech syariah di Indonesia. Berikut ulasannya.
Baca Juga: Daftar Pinjaman Online Syariah, Ini yang Sesuai Prinsip Islam!
1. Akad musyarakah
Konsep akad yang pertama adalah musyarakah. Ronald mengatakan, konsep ini biasanya dikenal dengan profit loss sharing atau berbagi keuntungan dan kerugian secara bersama antara penyelenggara fintech syariah dengan pihak yang dibiayainya.
Konsep akad ini mengatur dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu dengan memberikan modal guna menjalankan pendanaan bersama. Untung rugi yang didapat selama pembentukan usaha tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan di awal.
"Kalau orang bilang biasanya ini partnership. Bahasa syariahnya musyarakah," ucap Ronald.
Baca Juga: Mengenal P2P Lending Syariah, Pinjaman Online Halal Tanpa Riba