Pixabay.com/Steve Buissinne
Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan subrogasi, biasanya pihak perusahaan asuransi akan segera membayar klaim dari klien yang mengalami kerugian. Setelah itu, perusahaan asuransi akan meminta ganti rugi dari pihak lain yang menimbulkan kerugian tersebut.
Seperti yang terdapat pada Pasal 1365 Staatsblad Nomor 23 Tahun 1847 mengenai Burgerlijk Wetboek voor Indonesië (BW) atau KUHPerdata yang mengatur bahwa :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
Berdasarkan pasal diatas, pihak ketiga memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang telah diperbuat olehnya. Pasal tersebut juga menjadi pelindung bagi perusahaan asuransi agar tidak perlu membayar apa yang dilimpahkan kepadanya.
Dalam polis asuransi, terdapat hak yang diberikan kepada perusahaan asuransi yang bisa meminta bayaran atas ganti rugi yang terjadi kepada pihak ketiga. Namun, perlu diperhatikan, hal ini berlaku jika memang pihak ketiga terbukti menjadi penyebab dari adanya kerugian tersebut.
Jadi asas subrogasi dapat berperan secara mutlak bagi perusahaan asuransi dalam memperoleh kembali apa yang diberikan kepada tertanggung, jika pihak ketiga memang melakukan kelalaian yang menyebabkan kerugian.
Misalnya, terjadi kecelakaan yang dialami oleh pihak tertanggung akibat pihak ketiga. Dalam kasus ini, tertanggung tetap bisa mengajukan klaim ganti rugi kepada perusahaan asuransi sebesar kerusakan yang dialaminya.
Perusahan asuransi akan membayarkan nominal ganti rugi tersebut dari kompensasi yang telah diberikan oleh pihak ketiga kepada perusahaan asuransi atas kelalaian yang telah terjadi.
Namun, asas subrogasi tidak digunakan pada setiap kasus kerugian yang dialami oleh pihak tertanggung akibat dari pihak ketiga. Setiap perusahaan asuransi memiliki pertimbangan dari kasus yang terjadi dalam menggunakan hak subrogasi atau tidak.