Bank Sentral Korea Tunda Uji Coba CBDC, Fokus pada Stablecoin Won

- Bank Sentral Korea menunda uji coba mata uang digital bank sentral (CBDC) dalam proyek Project Han-gang.
- Partai Demokrat mengusulkan Digital Asset Basic Act yang memungkinkan perusahaan swasta menerbitkan stablecoin berbasis won.
- Gubernur BOK khawatir bahwa stablecoin berbasis won bisa mendorong permintaan dolar AS dan mengganggu penguatan mata uang lokal.
Jakarta, IDN Times - Bank of Korea (BOK) menunda fase kedua uji coba mata uang digital bank sentral (CBDC) dalam proyek Project Han-gang. Penundaan ini dilakukan di tengah meningkatnya fokus terhadap pengembangan stablecoin berbasis won oleh pemerintah dan sektor swasta.
Keputusan ini mencerminkan kehati-hatian BOK dalam merespons dinamika regulasi dan potensi koeksistensi antara CBDC dan stablecoin swasta. Penundaan juga dipicu oleh pembahasan intensif terkait kerangka hukum stablecoin yang diusulkan Partai Demokrat di bawah Presiden Lee Jae-myung.
1. Penundaan uji coba project Han-gang
Pada Jum'at (27/6/2025), BOK memberi tahu bank-bank peserta fase pertama Project Han-gang bahwa fase kedua ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Proyek yang dijadwalkan berlanjut pada kuartal keempat 2025 ini awalnya akan menguji CBDC grosir untuk transaksi antar bank.
“Kami memutuskan menunda fase kedua demi kebijakan yang lebih selaras dengan regulasi stablecoin,” ujar seorang pejabat BOK, dikutip dari Yonhap News. Langkah ini mencerminkan komitmen BOK dalam menyeimbangkan inovasi digital dengan stabilitas moneter.
Gubernur BOK Rhee Chang-yong bertemu pimpinan bank-bank besar di Seoul untuk membahas implikasi stablecoin terhadap kebijakan moneter.
“Kami tidak menentang stablecoin berbasis won, tetapi dampaknya terhadap pengelolaan devisa harus dipertimbangkan dengan saksama,” ujarnya, dilansir Reuters.
Deputi Gubernur BOK Ryoo Sang-dai menyarankan stablecoin berbasis won pertama-tama diterbitkan oleh bank-bank yang sudah tunduk pada regulasi ketat.
“Kami ingin stablecoin diterbitkan lebih dulu oleh bank yang diatur sebelum diperluas ke sektor non-bank,” katanya, dikutip dari Decrypt.
2. Dorongan stablecoin berbasis won
Partai Demokrat mengusulkan Digital Asset Basic Act yang memungkinkan perusahaan swasta dengan modal minimal 500 juta won (Rp6 miliar) menerbitkan stablecoin berbasis won.
“Kami perlu membangun pasar stablecoin berbasis won untuk mencegah kebocoran kekayaan nasional ke luar negeri,” kata Presiden Lee Jae-myung, dikutip dari Cointelegraph.
Delapan bank besar Korea Selatan seperti KB Kookmin, Shinhan, dan Hana Bank mengumumkan rencana peluncuran stablecoin berbasis won akhir 2025 atau awal 2026. Inisiatif ini didukung lembaga seperti Korea Financial Telecommunications and Clearings Institute dan organisasi blockchain lokal.
“Kami ingin menjadikan Korea Selatan pemimpin adopsi aset digital melalui stablecoin berbasis won,” ujar seorang eksekutif bank.
Korea Exchange menghentikan sementara perdagangan saham perusahaan seperti KakaoPay karena volatilitas tinggi akibat sentimen stablecoin. Sementara itu, saham LG CNS dan Shinsegae I&C tetap menarik investor.
“Stablecoin di jaringan blockchain membawa risiko pembayaran dan operasional karena belum adanya regulasi memadai.” ungkap laporan BOK, dilansir The Korea Herald.
3. Kekhawatiran BOK terhadap stabilitas moneter
Gubernur Rhee Chang-yong mengingatkan bahwa stablecoin berbasis won bisa mendorong permintaan dolar AS dan mengganggu penguatan mata uang lokal. “Stablecoin berbasis won dibutuhkan, tapi kita harus cermat terhadap dampaknya pada devisa,” ujarnya, dikutip Tron Weekly.
Ryoo Sang-dai menyarankan pendekatan narrow banking untuk lembaga yang hanya menawarkan layanan pembayaran tanpa aktivitas peminjaman, guna menekan risiko sistemik. Ia menekankan bahwa 99 persen stablecoin saat ini masih berbasis dolar AS.
“Kami memerlukan jaring pengaman yang andal untuk menghindari ketidakstabilan dan melindungi pengguna,” katanya, dilansir PYMNTS.
BOK menerbitkan laporan yang memperingatkan risiko coin run dan arus modal keluar akibat stablecoin tanpa regulasi.
“Stablecoin yang tidak diatur bisa menyebabkan ketidakstabilan sistemik, termasuk penyalahgunaan kriminal dan kegagalan teknis,” ujar seorang pejabat BOK, dikutip Chosun.