Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Hal yang Bikin Keuangan Bisnis Jadi Berantakan, Awas Bangkrut!

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Karolina Grabowsk

Kemajuan bisnis dengan kelancaran keuangan di dalamnya bak satu kesatuan yang tak terpisahkan, ya. Logikanya, bagaimana bisnis mau berkembang, jika keuangan di dalamnya punya siklus yang macet. 

Nah, ada beberapa hal yang menyebabkan keuangan bisnis jadi punya alur yang berantakan, mulai dari hal sepele hingga yang bikin kompleks sekalipun. Langsung saja berikut sederet ulasan selengkapnya.

1. Mencampur keuangan bisnis dan keuangan pribadi

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Karolina Grabowsk

Kalau keungan bisnis, ya pemasukan dan pengeluarannya hanya untuk bisnis. Sebaliknya, keungan pribadi haruslah bersumber dari rekening pribadi. Jangan sampai mucul ilusi saat pemasukan uang bisnis yang cukup fantastis, lalu dengan dalih sang pemilik bisnis jadi bisa seenaknya memakai uang tersebut untuk keperluan pribadi.

Kalau mau dipakai untuk keperluan pribadi boleh, tapi jatuhnya pinjam, artinya harus dikembalikan lagi dengan nominal yang sama. Kalau gak mau utang, maka pemilik bisnis hanya boleh pakai senilai gaji CEO sewajarnya yang didapatkan dari pengelolaan bisnis.

Jangan meremehkan, mentang-mentang siklus keuangan sedang surplus, gak boleh seenaknya dibuat kebutuhan pribadi. Jika dibiarkan, lama-lama akan jadi kebiasaan, akan bergantung, kecanduan pakai uang bisnis. Alhasil, lama-lama siklus keuangan bisnis juga bisa terganggu lantaran sering dipakai untuk nombok kebutuhan pribadi pemiliknya.

2. Pencatatan transaksi keuangan secara konvensional atau manual

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Karolina Grabowsk

Di era yang sudah serba digital ini, begitu banyak alat atau mesin canggih yang bisa mengatur arus keuangan secara akurat. Dengan kata lain, salah satu hal yang menyebabkan keuangan bisnis jadi berantakan ialah karena masih pakai cara konvensional.

Sekilas, memang gak ada yang salah dengan pencatatan transaksi keuangan secara manual. Tapi bisa menjadi kesalahan yang fatal saat terjadi human error, ya. Coba bayangkan saja, manusia bukanlah mesin yang bisa selalu akurat dalam menghitung.

Beda pencatatan satu angka nol saja sudah punya makna arus keuangan dengan perbedaan yang cukup besar. Terlebih, satu kesalahan, akan memengaruhi siklus keuangan lainnya, bahkan berpengaruh pada keseluruhannya.

Terlebih, selain risiko bikin siklus keuangan bisnis jadi berantakan, cara manual ini tentu makan waktu dan tenaga yang lebih besar. Kurang efektif dan efisien jika dibandingkan dengan penggunaan alat atau mesin yang lebih akurat, ya.

3. Tidak membuat proyeksi arus kas dan dana darurat

ilustrasi pengelolaan keuangan (pexels.com/Karolina Grabowsk

Sama halnya dengan kehidupan tanpa ada gambaran masa depan ingin seperti apa. Gak ada pijakan dan pedoman untuk menjalani hidup, berjalan tanpa arah. Begitu pula dengan keuangan bisnis yang kamu kelola.

Yakni, harus ada proyeksi arus kas selama beberapa waktu ke depan, minimal 3 bulan ke depan. Terlebih, kamu gak akan pernah tahu kapan bisnismu akan berkendala secara keuangan. Tapi, kamu harus tahu bahwa bisnismu butuh dipersiapkan ana darurat lengkap dengan alternatif pengelolaan keuangannya.

Jadi, dengan bekal proyeksi arus kas selama beberapa waktu ke depan, maka bisnismu akan siap beroperasional dengan punya pegangan. Dengan dana darurat, bisnismu yang bertemu kendala yang bikin keuangan jadi berantakan itu punya cadangan amunisi biaya darurat untuk tetap bisa bertahan.

Nah, itu tadi sederet ulasan terkait hal yang bikin keuangan bisnis jadi berantakan. Jangan pernah meremehkan siklus keuangan bisnismu, meski senantiasa surplus, bukan artinya tak perlu penhawasan ketat. Jangan sampai menyesal saat keuangan sudah berantakan dan sudah tidak bisa untuk diperbaiki lagi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us