Kredit ke UMKM Masih Seret, Ini Biang Keroknya 

IFG terjun untuk atasi masalah kredit UMKM

Jakarta, IDN Times - Indonesia Financial Group (IFG) Progress mencatat dalam kurun waktu hampir 10 tahun, kredit terhadap UMKM cenderung stagnan. Ada beberapa hal yang menyebabkan akses kredit ke UMKM belum menyeluruh, salah satunya terkait inklusi keuangan.

IFG Progress, lembaga Think Tank yang didirikan oleh Holding BUMN Asuransi dan Penjaminan Indonesia Financial Group (IFG) menjabarkan, UMKM di Indonesia juga masih cenderung non-bankable. Hal ini tentunya membuat institusi keuangan khususnya bank semakin sulit untuk masuk ke sektor UMKM.

Baca Juga: Millennial Merapat! Ini 5 Tips supaya KPR Tembus di BCA

1. Biaya untuk memberi pinjaman ke UMKM masih tinggi

Kredit ke UMKM Masih Seret, Ini Biang Keroknya Ilustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Aspek lain yang menjadi masalah dalam penyaluran kredit ke UMKM adalah terkait biaya yang harus dikeluarkan untuk memberikan pinjaman, khususnya untuk operational cost masih relatif tinggi. Hal ini pun membuat effective loan rate pun menjadi tinggi. Tantangan pembiayaan inilah yang menyebabkan masalah di sektor UMKM saat ini.

“Upaya relaksasi dengan subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) memang sangat baik dan berdampak positif membantu pelaku UMKM untuk bertahan dan melanjutkan bisnis. Namun demikian, biaya operasional bagi bank untuk menyasar pembiayaan ke UMKM masih sangat tinggi," tutur Head of IFG Progress, Reza Siregar dalam keterangan resmi, Minggu (20/3/2022).

Baca Juga: 3 Pengaruh Kartu Kredit dan Pay Later pada Kredit Skor Pribadi

2. Diperlukan kebijakan pemerintah untuk atasi persoalan kredit UMKM

Kredit ke UMKM Masih Seret, Ini Biang Keroknya Ilustrasi Kredit. (IDN Times/Aditya Pratama)

Untuk mempermudah akses kredit kepada UMKM, pemerintah meningkatkan target rasio kredit ke UMKM yang saat ini berada di angka 20 persen, agar bisa menjadi 30 persen di 2024. Tak hanya itu, pemerintah juga membentuk holding ultra mikro agar dapat memberikan pembiayaan yang terjangkau dan cepat kepada sektor UMKM.

Namun, menurut Reza, upaya itu juga harus diiringi dengan pemangkasan biaya operasional bank yang hendak menyalurkan kredit ke UMKM.

"Di sinilah pentingnya peran dari teknologi finansial seperti fintech dan kebijakan pemerintah serta dukungan pihak terkait untuk mengurangi biaya transaksi dan risiko transaksi pembiayaan yang dihadapi oleh UMKM,” ujar dia.

Baca Juga: Mengenal Gesek Tunai Kartu Kredit dan Mengapa Dilarang BI

3. UMKM bagian penting dalam ekonomi Indonesia

Kredit ke UMKM Masih Seret, Ini Biang Keroknya Ilustrasi UMKM. (IDN Times/Aditya Pratama)

Persoalan kredit UMKM ini pun harus segera diatasi, demi mempermudah UMKM mengakses sumber-sumber pembiayaan. Di sisi lain, sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar dan menjadi penggerak bagi kemajuan ekonomi nasional bila dibandingkan dengan sektor industri lainnya.

Untuk itu, Reza mengatakan IFG sebagai institusi non-bank akan terus berusaha mendukung dan meringankan beban serta risiko yang dihadapi UMKM di masa kini.

Sebagai holding asuransi dan penjaminan, IFG melalui anak usahanya berupaya memperkuat penjaminan untuk mengurangi risiko pinjaman dari pelaku UMKM demi menekan biaya pinjaman. Di sisi lain, hal ini juga akan membuat bank menjadi lebih yakin dan confident dalam memberikan pinjamannya kepada pelaku UMKM.

Namun, menurut Reza untuk mendukung penjaminan dan pemberdayaan UMKM, peran semua pihak tentu saja dibutuhkan, mulai dari pemerintah, lembaga keuangan bank maupun non-bank, dan juga para pegiat UMKM.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya