Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Papan jalan Wall Street
Papan jalan Wall Street (unsplash.com/Chenyu Guan)

Intinya sih...

  • Wall Street menilai reli pasar saham masih didukung pertumbuhan laba, bukan spekulasi.

  • Saham semikonduktor dan AI, terutama Nvidia, menjadi pendorong utama kenaikan indeks.

  • Analis memperkirakan partisipasi pasar akan meluas di luar saham-saham raksasa teknologi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Note: Di bawah ada Meta Des, FAQ, dan Key Notes jika ingin dipakai.

Sumber rujukan:

Jakarta, IDN TimesPasar saham Amerika Serikat masih bertahan di dekat level tertinggi sepanjang masa, meski kekhawatiran soal potensi gelembung (bubble) di sektor akal imitasi (AI) mulai mencuat. Sejumlah strategi investasi di Wall Street menilai reli saham saat ini belum menunjukkan tanda-tanda gelembung spekulatif.

Indeks S&P 500 tercatat berada di jalur untuk menutup tahun dengan kenaikan lebih dari 17 persen, didorong lonjakan saham teknologi sebesar 26 persen sepanjang tahun. Kinerja tersebut menjadi dasar bagi banyak analis untuk menepis anggapan bahwa pasar saat ini telah memasuki fase bubble.

1. Strategi investasi menilai bubble belum terjadi

ilustrasi gelembung (bubble) (unsplash.com/Jernej Graj)

Kepala strategi investasi Sanctuary Wealth, Mary Ann Bartels, mengatakan bahwa dirinya belum melihat tanda-tanda gelembung di pasar saham saat ini, meskipun risiko tersebut berpotensi muncul di masa depan.

“Saya sama sekali tidak melihat adanya bubble. Namun, saya percaya kita akan menuju ke arah bubble,” ujar Bartels, dilansir Yahoo Finance.

Bartels membandingkan kondisi pasar saat ini dengan periode gelembung sebelumnya, termasuk akhir 1920-an dan gelembung dot-com. Menurutnya, pola pergerakan pasar memiliki kemiripan dengan periode tersebut.

“Pergerakannya cukup mirip. Bahkan, agak terasa janggal bagaimana kita mengikuti pola tersebut. Saya melihat bubble akan terjadi, tetapi mungkin baru sekitar 2029 hingga 2030,” katanya.

Meski demikian, Sanctuary Wealth memperkirakan saham teknologi masih akan memimpin kenaikan pasar hingga akhir dekade ini. Perusahaan tersebut memproyeksikan S&P 500 berada di kisaran 10.000 hingga 13.000 pada 2030.

“Itulah sebabnya kami menyebut 2026 sebagai tahun untuk tidak takut, karena masih ada potensi kenaikan yang signifikan di pasar ini, terutama untuk teknologi,” ujarnya.

2. Saham semikonduktor jadi pendorong utama

Nvidia (nvidia.com)

Salah satu pendorong utama optimisme tersebut berasal dari saham semikonduktor. Sektor yang sebelumnya dipandang sebagai komoditas kini bergeser menjadi saham pertumbuhan, dengan Nvidia disebut sebagai perusahaan yang mengubah peta industri chip.

Produsen chip AI tersebut mencatatkan kenaikan saham lebih dari 40 persen sepanjang tahun ini, mendorong kapitalisasi pasarnya menjadi sekitar 4,6 triliun dolar AS dan menjadikannya perusahaan publik paling bernilai di dunia. Pada Jumat (26/12/2025) lalu, saham Nvidia kembali menguat setelah perusahaan mengumumkan kesepakatan lisensi senilai 20 miliar dolar AS dengan pembuat chip khusus Groq.

Kesepakatan tersebut muncul di tengah meningkatnya persaingan di industri chip, termasuk langkah Alphabet melalui Google yang memperkenalkan chip khusus pelanggan bernama Tensor Processing Units (TPUs). Saham Alphabet sendiri melonjak sekitar 65 persen sepanjang tahun berjalan.

3. UBS dan Goldman Sachs tidak melihat bubble valuasi

Goldman Sachs (dok. Goldman Sachs)

UBS Global Wealth Management juga menilai reli pasar saham akan berlanjut pada 2026, didukung oleh pertumbuhan laba yang solid serta berlanjutnya adopsi AI.

“Kami mencatat bahwa rasio forward price-to-earnings hanya sedikit lebih tinggi dibanding awal tahun, yang menegaskan bahwa kenaikan pasar didorong oleh pertumbuhan laba, bukan oleh bubble valuasi,” tulis para strategi UBS.

UBS memproyeksikan laba per saham S&P 500 tumbuh sekitar 10 persen secara tahunan, dengan target indeks mencapai 7.700 pada akhir 2026.

Pandangan serupa disampaikan oleh analis Goldman Sachs. Pada Oktober lalu, bank investasi tersebut menyatakan pasar saham belum berada dalam kondisi bubble karena kenaikan saham teknologi lebih banyak ditopang oleh pertumbuhan fundamental, bukan spekulasi berlebihan. Goldman juga menyoroti bahwa sektor AI masih didominasi oleh segelintir pemain besar, berbeda dengan karakteristik bubble yang biasanya melibatkan banyak pendatang baru.

4. Partisipasi pasar diperkirakan meluas

ilustrasi saham (unsplash.com/Anne Nygård)

Meski pertumbuhan laba tahun ini didominasi oleh tujuh saham terbesar di S&P 500, Goldman Sachs memperkirakan partisipasi pasar akan semakin meluas.

“Kami memperkirakan dorongan makro dari percepatan pertumbuhan ekonomi dan berkurangnya tekanan tarif terhadap margin akan mendukung percepatan pertumbuhan laba bagi 493 saham lainnya,” tulis Ben Snider dari Goldman Sachs.

Sementara itu, pendiri Rainwater Equity, Joseph Shaposhnik, mengatakan peningkatan produktivitas berbasis AI berpotensi mendorong kinerja perusahaan di luar kelompok saham “Magnificent 7”.

“Saya pikir sebagian akan melambat, sementara sebagian lainnya akan tampil baik,” ujar Shaposhnik.

“Namun, peluang imbal hasil yang lebih besar tahun depan justru akan berada di luar tujuh perusahaan tersebut,” tambahnya.

FAQ Seputar Pasar Saham AS

Apakah Wall Street melihat pasar saham AS sedang berada dalam bubble?

Sebagian besar strategi investasi menilai pasar belum berada dalam kondisi bubble saat ini.

Sektor apa yang paling mendorong kenaikan pasar saham?

Saham teknologi, khususnya semikonduktor dan AI, menjadi pendorong utama reli pasar.

Bagaimana proyeksi S&P 500 untuk 2026?

Beberapa analis memproyeksikan S&P 500 bisa mencapai level sekitar 7.700 pada akhir 2026.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team