TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[PUISI] Dilema Anak Rimba

Tak bernapas mati, bernapas pun kami mati

Ilustrasi kebakaran hutan/Pixabay.com

Mentari mulai tersingkir,
Langit mengerang, tinggalkan kelam yang datang menggilir.
Tercekik napas menanti maut dengan khawatir.
Tak bernapas mati, bernapas pun kami mati.

Sanak saudara antara asap dan abu tak ingin mangkir,
Sedangkan kami menjadi fakir,
Berkhayal kan udara yang kami hirup,
Bukanlah racun yang menyiksa secara perlahan.

Rinai yang tak kunjung hadir,
Sedangkan kami, hanya berani berontak hingga titik nadir.
Terkepung panas dengan bara api yang terus membombardir,
Melahap harap dan napas bekal hidup kami.

Apa yang dapat kami pertahankan?
Sedangkan hutan kami dipasung kobaran,
Pun dengan anak kami yang tak bersalah menjadi korban.
Keserakahan, mengeruk harta tanpa pertimbangan.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Apa yang dapat kami hirup?
Sedang, kepulan asap kian menelusuk ke dalam paru-paru.
Mengikat nadi, menjerat nyawa.

Ah, beginilah dilema anak rimba.
Tak bernapas kami mati,
Bernapas pun kami mati!

Singkawang, 22 September 2019

Baca Juga: [PUISI] Ibu Pertiwi Menangis

Verified Writer

Dede Ernia

Pencinta Kopi, Buku dan Senja⚘

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya