[PUISI] Detik untuk Menunggu 

Asal tetap bersamamu, tak mengapa kalau harus menunggu 

Di pagi yang sunyi, 14 tahun yang lalu

Hari itu, di suatu masa pada bulan April

Suaramu terdengar lirih dengan mata terpejam erat

Badan yang menunduk dalam isyaratkan banyak makna

Berkata sangat pelan, kau bilang sudah menyerah

 

Dalam sekejap waktu seperti berhenti

Bahkan angin tak berbisik sama sekali

Dengan cemas hati, ku bilang ini pasti mimpi

Mana mungkin kau pergi dan tak ingin kembali?

Hilang selamanya dalam jarak pandang

 

Jangan-jangan ini hukuman Tuhan padaku

Mematahkan keangkuhanku karena banyak melukaimu

Aku tak melawan, memangnya aku bisa apa?

Ku terima dengan hati lapang, walau rasanya sangat meradang

 

Diam-diam aku merayu Tuhan

Bila nanti kau terlahir kembali sebagai bintang

Aku akan memohon pada-NYA agar jadi malam

Atau bila nanti kau terlahir sebagai bunga

Aku akan memujamu sebagai embun yang cemerlang

 

Jika bahkan sampai 100 tahun lagi tidak juga bertemu

Tak masalah kalau menunggu sampai 1000 tahun kemudian

Karena sekalipun kau bersembunyi di balik batu

Sayang, aku pasti akan menemukanmu

Baca Juga: [PUISI] Aksara Jiwa

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Cappucinotea * Photo Verified Writer Cappucinotea *

Tohoshinki Enthusiast, Instagram: astri_meita

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Merry Wulan

Berita Terkini Lainnya