Puisi Gelagat Untuk Masa Depan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pada kelereng yang dimainkan anak-anak bermuka cemong di halaman rumah, sungguh! Aku mendambakan senyum hangat itu.
Suara renyah sepatu pantofel dari insan berdasi yang berlalu-lalang lebih menakutkan ketimbang misteri Fur Elise.
Menggelegar di hamparan beton-beton pencakar langit.
Mata mereka kosong, tapi pikiran mereka sibuk membayangkan secangkir kopi robusta milik atasan yang sudah tersaji.
Gelagat masa depan membuat seseorang bukan menjadi dirinya sendiri.
Mata yang terlalu berbinar menatap si Hebat, berjabat tangan membendungi aliran nominal-nominal dari relasi yang tetap terjalin.
Aku berjalan berbelok-belok tanpa melihat waktu dengan mata layu menebas jalan kota, bahkan melamun di bawah senja yang sudah jelas-jelas indah.
Sehabis itu mampir ke tenda-tenda perhelatan megah, lalu seketika mensugestikan diri agar berani dihadapan banyak orang.
Bertemu dengan orang-orang baru yang seenaknya mengubah pola pikir tetapi menyegarkan.
Membuatku tak menyesali telah seriusi beberapa pertanyaan dari organisasi kampus dalam menyeleksi siapa yang turut andil mengurusi perhelatan besar itu.
Gelisah!
Bahkan untuk terjaga di malam hari pun aku gelisah!
Mimpi-mimpi yang masih tergantung.
Badan yang sudah lesu dipembaringan kembali bangkit, menyusun rencana penunjang diri untuk dikerjakan besok, agar setidaknya Tuhan bisa menimbang-nimbang usahaku.
Residu di atas meja tua, dengan sinar lampu belajar yang masih menyala
Foto bersama teman-teman berbingkai pink yang unik
Tuhan, bisakah peluk aku?
Pada kesejukan malam yang membuat nalar lebih anggun dalam menerka-nerka identitas, tersirat kumenangkap, barangkali aku terlalu baik bagi kelak, yang tidak memikirkan kepentingan diri sendiri.
Editor’s picks
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.