Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

[PUISI] Marjinal

ilustrasi laki-laki yang murung (pexels.com/Sameel Hassen)

Kepada si marjinal,
berapa kali kau belajar menganggukan kepala, 
bahwa lapar harus terus ditunda, 
bahwa mimpi harus terus dikompromi? 
Berapa kali kau pura-pura kuat 
agar ibu tak melihat matamu yang kuyup dalam elegi? 

Kepada si marjinal,
apa yang kau pikirkan saat melihat mereka—yang uang jajannya bisa membeli waktu luang, 
yang langkahnya ringan karena tak ada yang ditanggung dalam ruang? 
Apakah kau masih bertanya, 
kenapa nasib memilihmu jadi punggung keluarga? 

Kepada si marjinal,
berapa kali kau ingin menyerah, 
tapi tak bisa, 
karena kalau kau berhenti, 
tak ada yang akan menggantikan? 
Berapa kali kau merindukan pelukan 
tanpa perlu menjelaskan kenapa kau butuh? 

Kepada si marjinal,  
apakah kau takut pada masa depan? 
Atau justru lebih takut pada hari ini, 
yang terus berjalan tanpa memberi jeda, 
yang menuntutmu tetap tegak 
meski kakimu sudah gemetar? 

Kepada si marjinal,
adakah tempat untukmu menangis? 
Atau hanya bantal yang setia 
meredam suara yang tak boleh terdengar? 

Kepada si marjinal,
jika duniamu terus gelap, 
apakah kau masih percaya esok akan terang? 
Atau kau hanya berjalan, 
karena tak punya segudang pilihan?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
KAZH s
EditorKAZH s
Follow Us