Hujan turun pelan, seperti rahasia yang tak ingin terbongkar,
membasuh aspal, membasuh sunyi,
sementara aku berdiri di sudut kota,
mendengarkan sepi jatuh satu-satu dari langit.
Payung orang-orang terbuka, berlari mencari teduh,
sedang aku memilih basah,
agar rinduku larut bersama air,
dan tak ada yang tahu betapa kosong dadaku.
Setiap tetes adalah suara,
tapi tak ada yang memanggil namaku.
Jalan ini penuh genangan,
namun kakiku tetap kering oleh kehilangan.
Aku ingin berbicara pada hujan,
tentang segala yang pergi dan tak kembali.
Tapi ia hanya menetes,
mengulang-ulang diam seperti doa patah.
Maka biarlah malam menutup tirai,
aku duduk bersama bayangan sendiri.
Hujan menjadi teman paling setia,
yang tak pernah bertanya mengapa aku sendirian.