Kelak, tak ada lagi suara sepatu di teras,
hanya angin yang lewat tanpa balas.
Ayah tak lagi berdiri di ambang pintu,
ia jadi bisu dalam waktu yang terus berlalu.
Dulu ia adalah kata kerja:
menyediakan, memperbaiki, mengantar bahagia.
Kini hanya potret di rak kayu tua,
yang diam-diam masih menjaga doa.
Tak ada lagi tangan yang menggenggam takut,
hanya petuah yang menetap dalam lembut.
Ia telah menjadi bayang yang tak bisa dipeluk,
tapi terasa di tiap detik yang sunyi dan cukup.
Dan bila suatu hari hidup terasa patah,
ingatlah: ayah tak pernah benar-benar berubah.
Ia masih bekerja, bukan lagi dengan tubuh,
tapi dalam cara kita berdiri meski rapuh.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Saat Ayah Menjadi Kata Kerja

ilustrasi seorang ayah mengajari anaknya menggunakan sepeda (pexels.com/Key Notez)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorYudha
Follow Us