Ia pernah berdiri paling depan
Dengan langkah yang membuat banyak orang kagum
Namun sorak yang dulu menguatkannya
Kini berbalik menjadi beban yang tak lagi terpikul
Ia berhenti, bukan karena kalah di arena
Melainkan karena jiwanya mencari kelapangan
Menyerah bukan tanda ia rapuh
Hanya cara paling jujur untuk tetap bernapas
Dukungan itu palsu, jika ia merasa terpenjara
Kebebasan sejati tak bisa dibeli oleh pujian
Maka ia lepaskan semua yang dunia tuntut
Mahkota, tepuk tangan, dan topeng yang mengikat napasnya
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Sang Pemenang yang Menyerah

ilustrasi seorang pria sedang merenung (pexels.com/Tnarg)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorYudha
Follow Us