kau menanyakan arti suaramu dalam riuh
aku mengeja hening di sela jeda
terbata membalik aksara
menyelipkan namamu di antara ragu
di persimpangan, aku temui diriku
sebagai bayangan yang tak berhak menoleh
menyimpan sunyi di tepi bibir
menunggu patah sebelum diucap
ada namamu di keruh cermin
retak-retak kecil mengapit gema
aku coba membasuh wajahnya
tapi engkau tak larut, tak menghilang
sebab beberapa kata lebih kokoh dari dinding
tak runtuh walau tak dipanggil
tak musnah walau tak dikenang