Rona itu bercorak menghias parasmu
Tatapan hangat membias tenang
Semakin kupandang bening matamu
Jiwaku hanyut mengurai di setiap gerakmu
Aku menyayangimu,
dengan hati yang tak lagi sempurna.
Berusaha memeluk dari balik wajah lugumu
Terselip cerita panjang mengalun seperti lonceng tua
Semesta punya cara sendiri untuk bahagia
Tetapi semesta juga punya cara untuk tak lagi menggenggam
Bukan karena lelah,
tetapi saling bertumbuh.
Aku melangkah pelan di peron stasiun,
membayangkan kisah kita seperti dua rel yang tak pernah bertaut,
tetapi selalu bersama.
Menempuh jarak dengan waktu yang terkikis.
Tak apa,
bila suatu saat ada persimpangan,
memisahkan langkah kita.
Sebab mencintai tak harus memiliki
dan menyayangi berarti merelakan.
Jika suatu hari kita berhenti berdampingan,
Ingatlah—ada aku yang pernah mencintaimu,
dengan cara paling tenang yang bisa dilakukan manusia.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
[PUISI] Untuk Kita yang Bertumbuh

Foto orang yang berdiri di rel kereta (pexels.com/Guilherme Rossi)
This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Editor’s Picks
Editorial Team
EditorYudha
Follow Us