[PUISI] Sapu Tangan Biru di Bangsal Paru

Banyu sudah berlalu, tanpa sudi menungguku selesai dari ICU

Di bangsal paru,
kami perdana bertemu.
Aku dokter magang tahun satu,
dan dia pasien tersayangku.

Namanya, Banyu.
Lelaki bermata sendu,
keturunan Bugis-Melayu.
Khas dengan logatnya yang candu.

Dia juga gemar melucu.
Guyonannya ampuh usir jemu,
tak peduli paru yang tambah ngilu.
Penyakitnya kian rakus menjarah raga itu,
dan telah menjalar sejak bertahun-tahun lalu.

Sore itu,
Banyu menyodorkan sapu tangan biru,
peninggalan dari sang mendiang ibu.
Katanya, itu untukku, simpan dalam saku.
Kutanya, gunanya kelak kau akan tahu.

Lalu,
Esok kudapati kamarnya penuh pilu,
bait di ujung lidahku pun mendadak kelu.
Banyu sudah berpulang lebih dahulu,
tanpa sudi menungguku selesai dari ICU.
Untuk berucap, "Aku juga cinta kamu."

Sapu tangan biru di bangsal paru,
berkenan kah kau sampaikan salam rinduku untuk Banyu?

Ah, seandainya aku mampu mengulang waktu!

Baca Juga: [PUISI] Tentang Hujan

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Rahmadila Eka Putri Photo Verified Writer Rahmadila Eka Putri

Hai, salam kenal. Terima kasih sudah membaca tulisan saya. Mari terhubung melalui Facebook (Rahmadila Eka Putri), Instagram (@rahmadilaekaputri), ataupun Twitter (@ladilacious), kritik dan sarannya juga dipersilahkan, lho!

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya