TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

[CERPEN] Jangan Lari dari Masalah

Selesaikan masalahmu dengan hati lapang dan akal yang sehat

Hujan di Kota (pexels.com/Blue Ox Studio)

Malam itu, di Kota Jakarta, suasana sangat mencekam. Air jatuh membuat ricuh, suaranya bergemuruh bersamaan dengan kilatan-kilatan petir yang menggelegar. Membuat bulu kuduk merinding. Semua orang segera tidur, kalau pun tak bisa tidur tetap dipejam-pejamkan matanya, karena ingin segera siang sambil berharap, besok suasananya sudah tenang.

Akan tetapi, ada satu orang pemuda yang belum tidur, namanya Aryo. Ia adalah seorang pemuda yang baru saja dipecat dari pekerjaannya. Bukan hanya itu, ia juga baru diputuskan oleh pacaranya. 

Aryo sangat tertekan, bingung, gundah, hingga ia tidak menghiraukan tentang hujan. Ia berjalan sendirian menerobos derasnya hujan. Sambil melamun, ia berpikir.

"Apakah aku masih layak untuk hidup? Apakah aku masih bisa bertahan? Jika terus-terusan begini, aku memilih untuk mati saja." 

Aryo diliputi rasa gelisah dan merasa sudah tidak kuat untuk menjalani kehidupan. Ia pun berlari menuju suatu jembatan. Sesampainya di jembatan, ia memberhentikan langkahnya sembari menatap ke arah sungai yang saat itu kondisinya sedang banjir.

Air sungai itu mengalir dengan derasnya. Sebelum hujan saja airnya sudah besar, apalagi sekarang, tambah lebih besar lagi. Bahkan, airnya hampir naik sampai ke jalanan. 

"Aku mati saja, lebih baik aku mati daripada harus menghadapi kenyataan yang pahit. Akan kuhanyutkan diriku bersamaan dengan air sungai ini. Dengan begitu, pasti aku akan mati," pikir Aryo. 

Ia pun melanjutkan pikirannya, "Setelah mati, maka akan tenang lah hidupku karena sudah berpisah dengan dunia yang kejam ini. Baiklah kalau begitu, hai tubuhku! Ayo kita terjun agar kita bisa mati!" 

Aryo yang sudah kehilangan akal sehatnya. Ia pun melangkahkan kaki kanannya di atas pagar jembatan. Setelah kedua kakinya naik ke atas pagar, ia segera bersiap-siap meloncat ke sungai. 

Namun, saat Aryo akan meloncat, tiba-tiba kakinya dipegang oleh seseorang sambil berkata, "Sadar Mas, sadar! Nyebut Mas, nyebut!". Aryo pun diseret oleh orang misterius itu hingga ia jatuh ke jalan. 

"Siapa kamu!?" bentak Aryo. "Jangan kau ikut campur dengan urusanku!"

Orang misterius itu pun menenangkan, "tenang Mas, tenang, semua masalah itu bisa diselesaikan dengan baik. Tidak harus begini."

"Tau gak sampeyan (kamu)? Kalau bunuh diri itu bukan menyelasaikan masalah, tetapi malah akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi! " Orang misterius itu menasehati Aryo dengan nada agak keras.

Aryo pun segera sadar. Ia kemudian menundukkan wajahnya dan berkata, "Saya minta maaf, Pak, saya tidak tahu."

Orang misterius itu sebenarnya tidak benar-benar marah. Ia berkata keras hanya untuk menggertak saja. 

"Ada masalah apa, Mas, sehingga sampeyan bisa nekat begini? "

"Ceritanya panjang, Pak," jawab Aryo dengan nada yang lebih tenang. 

"Kalau begitu, mari ke rumah saya, ceritakan saja saat disana nanti. Jangan di sini, hujan-hujan begini bisa membuat sampeyan, sakit lho." 

Orang misterius itu mengajak Aryo ke ke rumahnya yang kebetulan tidak jauh dari jembatan. Aryo pun menyanggupinya. Sesampainya di rumah Aryo dikasih pakaian karena pakaiannya basah kuyup diterpa hujan. Ia juga dibuatkan secangkir kopi hangat dan camilan supaya bisa tenang.

"Ceritakan, Mas, jangan malu-malu, anggap saja aku ini sahabatmu," orang misterius itu memulai pembicaraan.

Aryo pun dengan tanpa ragu menceritakan semuanya. Mulai dari dirinya yang merantau ke Jakarta untuk bekerja demi mengangkat perekonomian keluarga dan menyekolahkan adiknya. Lalu, ia mendapatkan pekerjaan di sebuah restoran. Karena suatu hal, ia dipecat dari pekerjaannya hingga Ia diputuskan oleh pacarnya. 

"Oh, jadi begitu ceritanya." 

Lalu, sambil menyeruput kopi, orang misterius itu bertanya, "Begini ya, Mas, sampeyan ke Jakarta mau apa?"

"Bekerja, Pak, untuk mengangkat perekonomian keluarga dan menyekolahkan adik," jawab Aryo sambil menundukkan kepala.

"Lalu, kenapa sampeyan mencoba bunuh diri?"

Aryo hanya terdiam. Lalu, orang itu meneruskan kata-katanya. 

"Kalau sampeyan berhasil bunuh diri tadi, apa yang akan dirasakan keluarga sampeyan di kampung? Apa sampeyan tidak berfikir sampai di situ? Kalau saja sampeyan mati, siapa yang akan menanggung keluarga sampeyan di kampung?"

Aryo tak berkutik. Ia terdiam seribu bahasa. Saat Aryo mengingat keluarganya di kampung, tiba-tiba air matanya menetes disertai dengan isak tangis kecil yang keluar dari mulutnya. 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Mas, setiap orang itu punya masalah. Bukan hanya sampeyan saja. Semua orang di luar sana termasuk saya sendiri juga mempunyai masalah. Maka, jangan lari dari masalah karena masalah itu untuk dihadapi, bukan untuk ditakuti, " orang misterius itu melanjutkan kata-katanya. 

Orang misterius itu mengambil napas panjang. Lalu, ia pun berkata, "Mas, ingat kata-kata saya. Tuhan memberi masalah atau cobaan itu sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Jadi, setiap orang pasti bisa menyelesaikan masalahnya. Tergantung bagaimana cara kita menghadapi masalah itu."

Sesaat setelah menyedot rokoknya, ia melanjutkan bicaranya. 

"Percayalah, Mas. Sampeyan pasti bisa menyelesaikan masalah. Soal pekerjaan, bisa dicari lagi. Banyak pekerjaan yang lebih pantas dengan sampeyan. Lalu, Pacar. Pacar masih bisa dicari lagi, banyak perempuan di luar sana yang lebih cocok dengan sampeyan."

Aryo mendengarkan dengan saksama. Gara-gara omongan orang misterius itu, semangatnya mulai pulih kembali. Orang misterius itu melanjutkan perkataannya lagi. 

"Dan yang terpenting, sampeyan harus meningkatkan keimanan dan lebih mendekatkan hubungan Mas dengan Tuhan. Karena, bekerja keras saja tidak akan cukup. Berdoalah Mas. Jika hubungan sampeyan dengan Tuhan baik, maka hubungan sampeyan dengan manusia dan dunia akan jadi lebih baik."

Mendengar perkataan itu, Aryo bak disiram air surga. Ia menyadari bahwa selama ini ia jarang beribadah. Bukan hanya jarang, tetapi malah sudah lama ia tidak beribadah. Mungkin gara-gara itu, ia ditimpa kemalangan. 

Setelah mendengar perkataan orang yang tidak ia kenali itu, wajah Aryo kembali berseri-seri, ia menjadi lebih bersemangat dan yakin dengan diri. Ia pun mengucapkan banyak terima kasih kepada orang misterius itu. Karena belum mengetahui namanya, Aryo pun bertanya. 

"Nama sampeyan itu siapa? "

"Saya Jarwo Mas, saya asli Ponorogo," jawab orang itu. 

Aryo pun mengenalkan dirinya. "Oh, Pak Jarwo. Nama saya Aryo Pak, saya asli Pacitan." 

Setelah mengetahui nama masing-masing, mereka melanjutkan bercengkerama sampai tengah malam. Oleh Pak Jarwo, Aryo juga ditawari pekerjaan di salah satu toko buku terbesar di Jakarta. Ia pun sangat senang dan akan melamar kerja di toko buku itu. 

Baca Juga: [CERPEN] Sejumlah Alasan untuk Hidup 

Writer

M Farouq Al Ghoribi

Hobi : Menulis, melukis, menggambar, membaca. Motto : Narimo ing pandum tansah eling kelawan sukur.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya