[CERPEN] Cerita Langit Ungu

Keanehan itu adalah keistimewaanmu

Namaku Purnama. Aku suka kesendirian. Tidak, aku bukan ansos. Aku hanya suka saat aku bisa menikmati waktuku sendirian. Benar-benar sendirian. Tentu saja, aku punya sahabat. Satunya Lana, satunya Elang. Lana sangat cerewet, sedangkan Elang hobi sekali menonton anime di manapun dia berada. Mereka berdua sering adu mulut dan aku menjadi penengah mereka.

Sekarang aku di sini. Di tepi sebuah danau yang sampai saat ini tak kuketahui namanya. Aku mengenal tempat ini sejak hari itu. Hari ketika aku berburu gambar untuk klub fotografi sekolahku. Lalu aku bertemu dengan seorang perempuan yang sampai saat ini tak kuketahui, siapa. Yang jelas dia terlihat cantik. Bukan, aku bukan pria mesum yang menilai perempuan dari fisik saja. Aku bilang dia cantik karena dia punya selera yang sama denganku. Ya, sama-sama hobi fotografi. Mungkin.

Saat itu rambut cokelatnya diterbangkan angin sore. Ia tampak serius membidik pemandangan yang sore itu jauh lebih menawan. Langit benar-benar persis lukisan seniman andal. Aku saja tak berhenti berdecak kagum dengan lukisan Tuhan.

Aku melihatnya dari kejauhan. Dia memiliki tinggi yang bisa kubilang cukup ideal. Dan tanpa sepengetahuannya, aku mengambil gambarnya. Kini abadi dalam galeri ponselku. Bahkan kujadikan lock screen. Sebegitu indahnya dia sampai aku betah menggunakan lock screen ini hampir tiga bulan. Tiga bulan sejak pertemuan itu. Ah, tidak, mungkin bukan pertemuan karena sepertinya dia tidak mengindahkan keberadaanku. Dia begitu fokus dengan pemandangan. Aku bisa pahami itu.

Kupandangi sekali lagi lock screen milikku sendiri. Senyumku mengembang. Hingga kudengar suara alas kaki beradu dengan kayu-kayu yang kupakai duduk. Kuangkat kepalaku dan kucari tahu siapa yang datang. Aku kedatangan seseorang yang sedang menyetel fokus kamera DSLR miliknya. Aku nyaris saja tergelincir ke danau saking kagetnya.

Aku sedikit bergeser. Dia duduk di sebelahku lalu mengikat rambutnya. Matanya masih memandang lurus sehingga aku bisa leluasa memandanginya dari samping tanpa ketahuan.

"Aku sangat heran di sini langitnya cantik banget," gumamnya. Sepertinya dia bicara dengan dirinya sendiri. Eh, ternyata dia menoleh sekarang dan aku kelabakan untuk pura-pura tidak melihatnya.

"Lagi hunting foto juga?" tanyanya dengan suara sedikit cempreng. Tapi itu terdengar sangat imut di telingaku. Haha.

"Iya." jawabku singkat. Khawatir kalau dia sampai menyadari kegugupanku yang sudah menantinya sejak tiga bulan lalu.

Setelah menarik napas panjang, aku memberanikan diri menoleh lagi ke arah gadis itu. Hampir saja aku terkena serangan jantung karena ternyata gadis itu sedang menatap ke arahku. Alhasil kami malah saling tatap! Aku sampai kaget.

"Kaget ya?" dia lalu tertawa. Tawanya kedengaran sedih, bukan menertawakan hal lucu.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

"Mataku memang seperti ini sejak lahir..." ujarnya pelan sembari menutup lensa kameranya.

"Mata?"

"Ya, kamu sudah lihat mataku kan makanya kamu kaget?" Ia tertawa. Saat kuperhatikan lagi dengan seksama, gadis blasteran itu ternyata memiliki warna iris mata yang berbeda. Satunya hijau, satunya biru.

"Hei, ini keren. Bagaimana bisa?" tanyaku tanpa bisa kukontrol mulutku. Aku terlalu kagum pada warna matanya.

"Kamu bilang keren? Aku lebih sering mendengar bahwa ini mengerikan."

"Mengerikan? Sama sekali nggak. Warna iris mata kamu indah banget. B-boleh aku foto?" Lagi-lagi aku tidak bisa mengendalikan sikap kampunganku.

Lalu ia menganggguk. Aku membidik kedua matanya. Aku seperti menemukan berlian dalam di sana.

"Terima kasih. Kamu membuat soreku jadi lebih indah." katanya.

"Ini heterochromia kan? Aku pernah baca soal ini dan menurutku ini salah satu keindahan yang Tuhan kasih ke ciptaan-Nya kok."

"Biasanya orang-orang menyindirku dan mengatakan aku aneh. Sekarang aku bertemu dengan orang asing yang ternyata sepemikiran denganku soal keanehan ini."

"Itu bukan keanehan. Itu keistimewaan." Lalu kuulurkan tanganku padanya. Kami berkenalan, di bawah langit yang tampak ungu merah muda. Ternyata dia punya nama yang menarik: Bulan.

Annisa Widi Photo Verified Writer Annisa Widi

Bachelor Degree of Psychology. Penyuka buku, mawar peach, matcha, dan kopi susu.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya