[CERPEN] Nomor Punggung 15

Hanya aku dan Tuhan yang tahu apa yang terjadi

Selamat pagi

Pagi yang indah, dengan mendungnya yang menguntai, diselingi cahaya mentari yang malu malu untuk menyongsong pagi. Pagi ini diawali dengan sejumput asa dan harapan yang disertai doa dalam sujudku. Berharap hari ini akan lebih indah dari hari yang pernah terlewati. Berharap semua baik baik saja seperti apa yang diharapkan. Berharap semoga aku betah berada disuasana sekolah yang amat membosankan, terkecuali hadirnya dalam pandangannku.

Jagat raya yang menguntai, melukiskan keindahan semenanjung langit yang mempesona membuatku tak lelah untuk menatapnya. Disini, dilapangan ini. Seluruh murid wajib berbaris dan mendengarkan arahan dari sang pembicara. Dengan tatapan malas, mau tak mau semua mendengarkan. Mendengarkan intruksi yang harus didengar. Menyapu ke seliling pandangan membuatku tersenyum tenang. Ia yang sedari kemarin ku cari, akhirnya muncul dalam kerumunan kawan kawan.

Anak-anak kelas mesin itu sungguh selalu memberikan ciri khas, entah dengan musik, dengan pakaian, dan dengan apa yang mereka lakukan. Mereka santai, walau kadang menyebalkan. Mereka terlihat kompak, namun kelasku tak kalah kompaknya! Ku lihat jaket hitam bergaris merah terpakai rapi ditubuhnya. Tubuh yang selalu aku cari cari itu. ia hanya diam, memperhatikan sekitar. Walau mata kami tak saling bertemu. Karena jarak kami yang begitu jauh, yang tak bisa digapai walau dengan teriakan. Aku cukup lega, melihatnya baik baik saja pagi ini.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Masih mendung, walau sudah bersemangat sesemangat hari ini menatapnya. Walau masih hanya menyapanya dengan doa, aku masih bisa menyaksikan tawanya. Tawanya yang saat itu mengenakan pakaian olah raga yang ia pakai. Perlombaan olah raga antar kelas ini membuatnya berganti pakaian. Pakaian kesebelasannya, walau yang memakai hanya lima orang. Karena futsal tak lebih dari itu. ia tertawa geli saat baju yang dikenakannya terlalu sempit dan pas dibadan. Tak masalah bagiku, ia masih terlihat kalem dan, tampan!

Nomor punggung 15, aku tak sekalipun mengalihkan pandangan darinya. Walau lapangan itu berisikan 10 orang yang sedang sibuk berlarian kesana kemari, aku tak peduli. Aku hanya fokus pada satu orang, nomor punggung 15. Babak pertama ia terlihat santai, hanya berlari kecil walau sesekali penuh nafsu untuk mengejar bola. Babak kedua, terlihat ia semakin bersemangat, terbukti dengan keringat yang menghiasi paras dan keningnya itu. Lelahkah kamu kalem? Andai aku bisa menyapamu, menanyakan apakah kamu baik baik saja? Karena terakhir ku lihat, kau meninggalkan lapangan dengan kaki sebelah yang terlihat sakit. Jalanmu tak seperti biasa, jangan buat aku hawatir!

Hasil foto yang ku ambil dari jarak kejauhan membuatku tersenyum senang. Bagaimana tidak, selama ini aku hanya bisa merekam parasmu dalam memori otakku. Walau sebenarnya foto yang ku ambil dari jarak sekian ini tak mampu buatku nyaman saat jauh darimu. Aku masih mengingat, caramu menendang bola, caramu berlari kesana kemari, caramu mengusap keringat, dan, caramu mencuri pandang ke arahku disela permainan itu. Aku hanya bisa menatapmu dari sini, dari sisi lapangan yang tak bisa menggapaimu, dan kamupun hanya bisa terlihat sesekali mengusap peluh keringat yang basahi paras tenangmu itu. congrats, kerja timmu mebghasilkan kemenangan untuk kelasmu, selamat.. aku senang mendengarnya, karena dengan itu kamu akan tampil di next pertandingan, dan aku bisa kembali memperhatikanmu dari jarak ini, jarak seperti biasa, jarak kesekian dari langkah kita, ya.. jarak yang tak bisa ku gapai dirimu. kalem selamat pagi. Harimu indahkah?

Selamat pagi, back number 15.

 

Dienyrk Photo Writer Dienyrk

Penulis Diary

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya