[PROSA] Laki-laki Berambut Ikal Itu

Tak ada hari baik atau buruk, semua tergantung perspektif

Jam 9 kala itu begitu terik. Sedikit semilir angin yang masuk, sementara puluhan tubuh berdempetan untuk mempertahankan tempatnya. Jadilah, bau keringat memenuhi hampir seluruh badan bus. Kursi penumpang terisi penuh, membuat penumpang yang tidak kebagian tempat duduk harus berdiri, berbagi pijakan dengan penumpang lain yang bernasib sama. Tak apa. Kata mereka ini lebih baik daripada harus menunggu bus selanjutnya, pasti akan lama, membuang-buang waktu. Meski begitu, hampir dari mereka mengeluh lelah, panas, dan pusing.

Lagi pula, siapa yang tidak merasakan pengap dalam suasana seperti itu? Ketika puluhan tubuh berdesakan seakan tanpa celah, dan mesin mobil menderu kencang membuat bising telinga.

Itu pula yang dirasakan oleh sosok laki-laki berambut ikal dengan tas ransel hitam yang diletakkan di depan dadanya. Sejak menaiki bus, ia memang sudah tidak kebagian tempat duduk. Akhirnya, mau tidak mau, ia berdiri bersama beberapa penumpang lain. Berada pada posisi yang benar-benar harus dapat menyeimbangkan tubuh. Sebab tak ada handle grip, tak ada apapun yang bisa dipegang kecuali kursi penumpang.

Laki-laki berambut ikal itu berusaha tenang di tengah orang-orang yang saling mendorong. Suasana semakin mencekam tatkala seorang anak kecil yang duduk di kursi di hadapannya meraih keresek hitam, lantas mengeluarkan apa-apa yang sebelumnya masuk ke mulutnya. Beberapa penumpang lantas mengaduh, beberapa yang lain ikut mual.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Tak ada yang bagus dalam suasana seperti itu. Sama sekali tidak ada. Umumnya begitu. Apa bagusnya berada dalam bus yang berdesak-desakan dengan suara mesin yang menderu, berdiri lama tanpa handle grip, dan menyaksikan anak kecil yang muntah. Namun, laki-laki berambut ikal dengan tas ransel hitam di depan dadanya itu memandang berbeda.

Laki-laki berambut ikal itu menghela napas panjang, memejamkan matanya untuk sekadar meyakinkan bahwa ini semua tidak lebih buruk daripada saat ia harus membawa papan tulis berukuran kecil dan sekarung beras 5 kg. Laki-laki berambut ikal itu bersyukur ia hanya menggendong tas ransel hitam miliknya, tanpa membawa hal apapun yang akan menyulitkan pergerakannya. Laki-laki berambut ikal itu bersyukur, anak kecil tersebut tidak pingsan, hanya muntah. Bagaimana jadinya kalau anak kecil itu pingsan? Ia mampu melihat hal-hal yang kebanyakan orang tidak dapat melihatnya, membuatnya bisa bersyukur bahkan dalam kondisi 'ketidakberuntungan' sekalipun.

Baginya, tak ada hari yang baik ataupun buruk. Sebab, semua tergantung pada perspektif. Jika manusia dapat melihat sisi baik dari setiap peristiwa, maka ia akan mampu bersyukur, bagaimanapun itu, di manapun itu, dan kapanpun itu.

Baca Juga: [CERPEN] Planet Baru

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya