[Cerbung] Takdir (2)

Monolog kita

Saya berada di kedutaan dan mendapati teman Kina. Saya bertanya mengenai keadaan wanita yang sekarang berada di Indonesia. Dan, Tia hanya mengatakan kalau Kina telah bekerja dan baik-baik saja. Saat saya menjauh, saya mencuri dengar saat dia berbicara di telepon. Ingin sekali rasanya meminta nomor yang bisa saya hubungi, tapi saya terlalu malu untuk memulai.

Saya menunduk lesu saat Tia mengulang perkataan Kina yang sepertinya memang telah lupa tentang saya. Selanjutnya saya merasa semakin tidak berdaya ketika Tia menyebut kata pernikahan. Mungkinkah wanita itu akan menikah? Kalau begitu saya tak punya harapan lagi.

*

Aku sudah di kamar dan membaca buku sebelum tidur, tapi aku teringat lagi dengan pria itu, segera kukirimi Tia pesan bertanya tentang pria yang bertemu dengan kami saat di bandara. Dan saat membaca balasan pesan dari Tia, jantungku terasa berdegup lebih cepat, dia ternyata Alan yang baru saja bertanya bagaimana kabarku. Kutitip salam untuknya, entah bagaimana responnya. Aku tak berharap lebih, mungkin dia hanya sekadar berbasa-basi bertanya, tapi ingin sekali rasanya melihatnya lagi.

*

Saya telah bermaksud pulang ketika Tia memanggil namaku dan menyampaikan pesan dari Kina. Saya menggaruk dahi, tersenyum—meski sebenarnya tak banyak berharap, mungkin saja wanita itu terlalu baik dan akhirnya mencoba berbasa-basi agar tidak membuat saya tersinggung. Lagi pula, saat saya bertanya memastikan tentang hal yang terdengar tadi, Tia membenarkan. Saya menghela nafas keras dan segera berpamitan pada Tia, rasanya tak ada yang perlu diperjelas lagi. Saya mungkin telah patah hati sebelum memulai, seandainya saja saya lebih berani, mungkin sekarang akan berbeda.

*

Tak ada yang istimewa, saat aku membaca pesan dari Tia. Pria itu pasti tak terlalu berminat dengan pesan salamku. Aku mungkin telah salah mengira kalau Alan memperhatikanku. Aku tak punya pengalaman dengan seorang pria, jadi saat dia melihatku, kupikir ada yang berbeda, tapi sepertinya aku salah. Aku harus kembali ke dunia nyata dan mungkin menerima saran ibu.

Keesokan harinya, aku menelpon ibu. Mengatakan akan menyetujui semuanya, asal itu yang terbaik untukku. Ibu lalu memuji pria itu, mengatakan dia terlihat sangat baik. Aku hanya tertawa kecil, ibu sepertinya sangat menyukainya. Aku tak perlu khawatir.

*

 Saya mengirimi mama pesan, membatalkan rencana pulang minggu ini, mungkin minggu depan. Tapi, saat ini saya harus melakukannya. Sudah seminggu ini kepala saya terisi dengan wanita itu. Saya mungkin sudah terjebak di dunianya, saya… begitu mencintainya.  Saya pikir saya ini orang aneh, mana mungkin hanya bertemu beberapa kali telah separah ini.

Sore harinya, saya menuju alamat Tia setelah mendapat informasi dari teman yang lain. Tia sedikit terkejut dengan kedatangan saya yang tiba-tiba. Segera saya tanyakan tentang Kina dan jawabannya membuat kepala saya berdenyut, sakit. Tak masalah, saya tetap meminta nomor telepon dan alamatnya di Indonesia.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Dia memberinya dengan senang hati, seperti tahu bahwa saya benar-benar gila karena Kina. Dan sebelum saya pergi, kalimat Tia membuat saya semakin bersemangat, Kina juga mungkin menyukai saya. Saya hanya harus kembali ke Indonesia dan menyatakan perasaan saya.

Minggu berikutnya, saya telah berada di Indonesia. Segera saya katakan pada mama, ada hal yang harus saya lakukan sebelum menyetujui apa yang mama inginkan. Saya akhirnya bertemu dengan Kina di sebuah rumah makan yang tak jauh dari kantornya. Saya tak memberi tahu alasan agar membuatnya bisa datang.

Kina sedikit berbeda, dia memakai kemeja dan rok rapi, tak lupa dengan hijab yang telah terpasang di kepalanya, terlihat sangat cantik. Dia menunduk, tak ingin ada kontak denganku. Saya lalu mengatakan tentang perasaan saya dan tak ada hitungan menit dia menjawab.

*

Aku menemuinya, untuk terakhir kalinya, sebelum aku memulai hidup baru. Setidaknya dia pria yang pernah singgah di hatiku. Dan yang tak kusangka dia menyatakan perasaannya. Aku berdiri. Berkata maaf. Dan tak lupa ucapan terima kasih. Tak ingin larut dalam suasana ini. Kukatakan padanya, ada keluarga yang telah meninggikanku dengan melamarku untuk putranya. Dia lalu berkata dia mengerti, aku senang mendengarnya, setidaknya dia bukan pria yang terlalu memaksakan kehendak. Aku berlalu pergi, kuharap dia bisa mendapat seorang wanita yang lebih baik dariku.

*

Saya kembali ke rumah. Mendengar yang dikatakan mama. Sudah sejak lama dia selalu mengatakan hal ini. Saya menceritakan tentang perasaan yang baru saja kuluapkan dan meminta mama menceritakan pada mereka. Mungkin saja mereka akan tersinggung saat tahu bahwa hati saya telah dimiliki oleh orang lain. Mama mengangguk mengerti dan menelpon seseorang. Setelahnya, mama kembali dan menyampaikan pesan dari wanita paruh baya yang baru saja diteleponnya. Anak muda memang seperti itu, asal kau tak terpuruk dan mencoba mengabaikan hal lain. Katanya itu kalimat dari putrinya. Saya akan melakukan yang terbaik.

*

Aku berada di dapur di rumah orang tuaku saat dua mobil berhenti di depan kediaman kami. Kudengar suara yang seketika heboh, aku tersenyum. Itu pasti kawan ibu, seseorang yang akan menjadi besannya. Aku dan saudara ibu keluar dengan nampan berisi makanan dan minuman. Kuletakkan pelan. Ibu memintaku duduk dan berkenalan dengan mereka. Kusapa mereka hangat dan tersenyum. Wanita yang juga seorang pengacara itu memujiku dan memanggil seseorang yang masih berada di luar. Pria itu lalu melangkah masuk dengan banyak bawaan di tangannya. Aku tersenyum.

*

Saya masuk di sebuah rumah dan tertegun. Berdiri beberapa saat. Segera tersadar saat Mama memperkenalkan wanita yang menunduk di hadapan. Saya memperkenalkan diri dan berikutnya sebuah senyum lebar terukir di wajah saya saat melihat wanita yang tersenyum begitu mempesona.

*

Baca Juga: [Cerbung] Takdir (1)

Jelsyah D. Photo Verified Writer Jelsyah D.

👉 @jelsyahd

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya