[CERPEN] Terus Terpendam

Nyatakan sebelum terlambat!

Aku terdiam menatap layar handphone yang sedang kugenggam. Itu adalah pesan terakhir yang dia kirim padaku via WhatsApp malam ini. Entah mengapa setelah pesan tak terduga itu muncul, aku merasa menyesal dan rasanya ingin menyalahkan diri sendiri. Pikiranku mulai melayang pada masa beberapa tahun yang lalu.

****

Namanya Felix. Dia adalah teman satu sekolah masa putih biruku. Teman? Ya, hanya teman. Tapi tak bisa dipungkiri, aku memiliki perasaan lebih pada temanku ini. Sebagai ABG (Anak Baru Gede) yang baru mengenal cinta, aku hanya bisa mengangguminya diam-diam, memperhatikan diam-diam, dan berharap diam-diam.

Berharap jadi pacarnya? Tidak mungkin! Aku adalah anak yang taat agama dan aku tahu itu dilarang oleh agamaku. Lantas berharap apa? Entahlah, mungkin hanya berharap agar aku bisa sering bertemu dengannya, di sekolah, di jalan atau dimana pun itu.

Sekadar bertemu atau berpapasan saja, itu sudah sangat membuatku bahagia, walau tidak ada sapaan di antara kami. Tentu saja, aku tahu diri, siapa aku? Dan untuk apa dia menyapaku? Aku bukan siapa-siapa baginya, hanya salah satu teman sekolah di antara ratusan teman yang lain.

****

Lima tahun berlalu. Malam setelah menyelesaikan urusan organisasi di kampus, aku langsung merebahkan tubuhku di atas kasur kamarku dan merelaksasikan otot-otot yang sudah cukup lama bekerja tanpa henti. Kehidupan mahasiswa ternyata tak sebebas seperti yang dipertontonkan banyak film.

Kuambil handphone-ku dan kubuka Instagram. Entah kekuatan apa yang menyihir handphone-ku, feed pertama yang kudapat di beranda Instagram adalah sebuah foto yang menampilkan dua orang laki-laki yang sedang berdiri di sebuah kebun dengan tanaman yang cukup banyak. Tentu saja, aku sangat tak asing dengan salah satu dari kedua laki-laki itu. Sudah lama aku tak mendengar kabar tentang Felix. Walaupun perasaan itu kini telah menghilang, tapi, lucu saja mengingat bagaimana dulu aku pernah menyukainya.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Tunggu, mengapa aku tidak menyapanya saja, sebagai teman yang sudah lama berpisah hal itu wajar saja, kan? Akhirnya kuputuskan juga untuk menyapanya lewat direct message, “Hai, Felix. Masih ingat aku?” Tanda pesan terkirim telah muncul. Aku tak yakin dia akan menjawab pesanku, kami sudah berpisah cukup lama.

Tiingg!!! Bunyi yang memberitahu datangnya sebuah notifikasi baru terdengar jelas masuk ke telingaku. “Halo, Keira.” Aku tak menyangka dia akan membalas pesanku! Tanpa menunggu waktu lama, kami berdua tenggelam dalam suasana melepas rindu, sebagai dua orang teman tentunya.

Malam ini, aku berniat memberitahukannya tentang perasaan yang pernah aku miliki untuknya. Aku bertanya iseng padanya, “Menurutmu, salah ya kalau aku memberitahu seseorang bahwa dulu aku pernah menyukainya?

Dalam sekali tekan, pesan terkirim. Cukup lama aku menunggu balasan, tapi tak kunjung juga kudapatkan, dan tiingg!!! Bunyi yang kunanti-nantikan akhirnya terdengar juga. Senyumku langsung merekah meskipun belum kulihat apa isi di balik bunyi tersebut.

"Iya lah, seakan-akan bertujuan untuk membuat seseorang yang pernah kamu “suka” itu menyesal."

Aku terdiam. Senyumku seketika memudar membacanya. Niatku malam ini harus kuurung rapat-rapat. Tentu saja aku tak ingin membuatnya menyesal. Aku hanya ingin sekadar memberitahunya dan aku pun tak pernah berharap agar dia membalas perasaanku. Tapi, mengapa dia harus menyesal? Entahlah, aku tak paham

Ada sebuah rasa menyesal yang muncul dalam hati. Mungkin aku salah jika baru mengatakannya sekarang, tapi aku juga tak cukup memiliki keberanian jika harus mengungkapkan perasaan tersebut ketika ruang hati ini masih terisi penuh olehnya. Mentalku tak seberani itu.

Layar handphone-ku seketika gelap setelah kutekan tombol lockscreen. Harapanku agar dia tahu tentang apa yang pernah kurasakan padanya harus pupus begitu saja. Setelah sekian lama perasaan ini kupendam, dan setelah sekian lama pula pada akhirnya aku dapat berkomunikasi kembali dengan seseorang yang pernah kukagumi dalam diam selama beberapa tahun. Ya, akhirnya pun tetap sama. Dia tak pernah tahu bagaimana perasaan yang pernah kumiliki untuknya.

Baca Juga: [CERPEN] Jangan Lari dari Masalah

Qorina Oktasanefani Choirunisa Photo Writer Qorina Oktasanefani Choirunisa

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Indiana Malia

Berita Terkini Lainnya