[CERPEN] Aku Jatuh Cinta Pada Kai

Maafkan aku yang terlambat menyadarinya

Aku sudah putus asa, mengejar Kai sebelum lepas landas. Aku menyesal datang terlambat. Kami berjanji bertemu pukul 8.20 pagi di bandara. Kai akan pergi ke Tokyo, tempat di mana ia akan menuntut ilmu selama 4 tahun. Kai akan kuliah di Universitas Tokyo, jurusan arsitektur yang merupakan impiannya sejak kecil. Kami sudah berteman dari SD. Kai seperti malaikat pelindungku. Ia selalu ada saat kubutuhkan. Kai memang cerdas, tak salah jika ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Jepang.

Pada suatu hari. Kai memintaku bertemu di sebuah kedai kopi favorit kami. Aku datang lebih awal dan menunggunya selama 15 menit. Aku sempat kesal, tapi melihat Kai datang dengan keringat bercucuran diwajahnya, membuatku luluh dan tak bisa marah padanya.

“Kau sudah menunggu lama?” tanya Kai.

“Sudah 15 menit,” jawabku.

“Maafkan aku, Rei,” jawabnya.

“Aku maafkan, tapi jangan pernah mengulangi hal yang sama,” jawabku dengan nada sedikit kesal.

Tiba-tiba suasana menjadi hangat, setelah musik jazz favoritku diputar disana. Kami berbincang seperti biasa, obrolan ringan diselingi humor-humor lucu yang ia katakan selalu berhasil membuatku tertawa terbahak-bahak.

Tiba-tiba ia menyentuh tanganku dan berkata, "Aku mencintaimu Rei."

Aku kaget bukan main karena kami pernah berjanji untuk tidak pernah jatuh cinta. Namun, aku tak menyangkal, memang pertemanan lama kami ini membuatku nyaman bersamanya. Kai berkata bahwa ia telah mencintaiku sejak kecil, sejak pertama kali aku bertemu dengan Kai. Kai bilang bahwa aku sangat manis. Aku tersenyum mendengarnya. Kai ingin kami segera berpacaran karena Kai akan segera ke Jepang.

Aku tak tahu harus bagaimana, di satu sisi aku menjaga persahabatan kami karena aku takut persahabatan kami akan berakhir jika terjadi pertengkaran hebat. Tapi di sisi lain, aku tak mau kehilangan Kai, jika aku menolaknya, aku takut ia akan mencintai orang lain dan melupakanku. Aku tahu bahwa aku belum sepenuhnya mencintainya, tapi perasaan sayangku padanya sebagai sahabat apakah cukup untuk membuat kami berpacaran? Aku meminta waktu untuk berpikir. Kai menyetujuinya, tapi Kai bilang bahwa besok ia akan segera pergi ke jepang dengan pesawat jam 8.20 pagi. Jadi aku harus datang dan memberitahukan jawabannya sebelum itu.

Sebelum kami pulang, aku berkata pada Kai, “Aku akan datang besok, tapi aku minta kau jangan menghubungiku dahulu karena aku akan memberi kejutan untukmu esok hari.”

“Baiklah, padahal banyak sekali yang ingin aku katakan sebelum aku pergi,” jawabnya.

“Aku hanya ingin memikirkan dengan baik tanpa diganggu oleh siapapun,” pintaku.

“Baiklah, sampai bertemu besok di bandara. Hati-hati, Rei,” sahutnya.

“Sampai bertemu besok,” jawabku.

Tiba-tiba air mataku menetes, tak biasanya ini terjadi padaku. Mungkin karena mulai besok aku tak bisa bertemu lagi dengan Rei di Jakarta sehingga perasaanku jauh lebih sedih dari biasanya.

Sepanjang perjalanan pulang aku berpikir. Pikiranku tertuju pada semua kebaikan Kai yang telah ia lakukan padaku dan keluargaku. Aku ingat saat aku dan ibuku bertengkar hebat, Kailah yang membuat kami akur kembali. Kai merencanakan sebuah pertemuan kecil antara aku dan ibuku di café Turqoise tempat aku dan Kai sering bertemu. Ia mengatakan padaku dan ibu ku di tempat terpisah bahwa aku menyesal dan ingin meminta maaf pada ibuku begitupun sebaliknya. Ia merencanakan pertemuan di luar karena tahu jika kami berbincang di rumah, tidak akan berhasil karena selalu terjadi pertengkaran lagi. Berkat Kai, aku dan ibuku menjadi akur dan dekat. Aku sering membicarakan Kai pada ibuku. Aku jadi sedih membayangkan Kai yang akan meninggalkanku ke Jepang.

Aku berjalan beberapa langkah dengan bayangan tentang Kai dipikiranku. Kunyalakan pemutar musik di ponselku dan memasang headset di kepalaku. Aku memutar lagu favorit kami. Lagu Imagine yang dibawakan John lennon. Iramanya yang merdu yang menenangkan membuatku membayangkan saat aku bersama Kai. Bayangannya begitu jelas di mataku. Mungkinkah ini pertanda bahwa aku jatuh cinta pada Kai? Namun, aku belum yakin akan perasaanku padanya sehingga aku tak akan menjawab pertanyaannya walaupun ia akan segera pergi.

Saat malam tiba, sampailah aku di rumah. Tak seperti biasanya, aku merasa kesepian karena biasanya Kai selalu mengantarku pulang dan berbincang sebentar bersama ibuku. Saat itu pula ibuku bertanya padaku, “Ke mana, Kai?“

“Kai akan berangkat ke Tokyo besok, jadi dia sedang menyiapkan segala sesuatunya,” terangku pada ibuku.

“Lho, kau tidak membantunya?” sahut ibuku.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

“Tidak, aku lelah,” jawabku.

Aku segera menuju kamarku. Kamar yang penuh dengan poster film kesukaan kami berdua dan semakin mengingatkanku pada Kai. Aku tak bisa tidur. Aku meraih ponselku. Aku ingin menelepon Kai sebentar saja. Tapi aku terlalu malu. Setelah pernyataan cintanya padaku, aku menjadi salah tingkah dan bingung. Itulah mengapa, dari awal kami sepakat untuk tak saling mencintai. Tapi apa daya, memang cinta datang karena terbiasa bukan?

Kuraih kembali ponselku, kemudian kutaruh lagi. Aku semakin tak nyaman dengan keadaan ini. Sebenarnya, aku ingin berpacaran dengannya, tapi ada sedikit keinginan di hatiku untuk mengencani ketua kelasku. Dia adalah Darren, lelaki bertubuh tinggi besar, dengan rambut mohawk dan kulit putih khas cowok blasteran. Ayahnya adalah seorang akuntan di Belanda dan ibunya seorang ibu rumah tangga asal Indonesia. Selama 3 tahun ini, Darren selalu mengalihkan perhatianku. Aku tak pernah memberi tahu Kai bahwa aku menyukai Darren. Tapi sepertinya Kai merasakan bahwa aku memang menyukainya. Aku berpikir bahwa Kai segera menyatakan cinta padaku karena ia takut aku akan bersama Darren ketika ia pergi.

Darren dan aku cukup dekat. Kami pernah nonton bioskop bersama dan terkadang aku membatalkan janjiku dengan Kai demi bisa makan malam bersama Darren. Aku tak pernah melihat Darren bersama perempuan lain. Jadi aku masih berharap bahwa aku bisa menjadi kekasihnya.

Namun sekarang, pikiranku teralihkan oleh Kai. Kulihat foto kami berdua saat rekreasi tahun kemarin wajah Kai sangat ceria. Ia tersenyum manis dengan lengannya yang memeluk bahuku. Saat itu juga aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Kemudian, Aku melihat sebuah kalimat yang ada di balik foto tersebut.

I Just want to say thank you for being my reason to look forward to the next day.

Membaca hal itu, aku tersenyum dan menetapkan hati untuk esok hari.

Saat bangun, aku kaget bukan main karena jam menunjukkan pukul 07.30 , itu berarti 1 jam sebelum keberangkatan Kai ke Tokyo. Aku segera mandi dan berganti pakaian dengan cepatnya hingga sempat terpeleset di tangga.

“Apa yang terjadi denganmu?” tanya Ibu.

“Aku harus cepat pergi ke bandara!” sahutku.

“Mengapa kau tak minta ibu untuk membangunkanmu lebih awal?”

“Aku tak bisa berpikir banyak kemarin. Sudahlah, aku sudah terlambat, sampai nanti Bu,” sahutku. Ibu pasti khawatir karena aku sangat terburu-buru dan melewatkan sarapan.

Aku sampai di bandara tapi jam sudah menunjukkan pukul 8.20 tepat. Aku berlari menyusuri bandara, berkeliling ke berbagai sudut tapi tidak juga menemukan Kai.

Lalu, terdengar panggilan dari bandara bahwa pesawat menuju Tokyo akan segera lepas landas. Mendegar hal itu, aku segera berlari secepat kilat. Tak kupedulikan keringat yang bercucuran ke lantai

Kau ada di mana, Kai? Hatiku berkecamuk.

Tiba-tiba terpikir olehku untuk menuju ruang informasi. Aku memohon izin pada petugas informasi untuk menyampaikan salam terakhir untuk Kai dengan harapan Kai bisa mendengarnya sebelum ia pergi. Akhirnya, mereka mengizinkannya walaupun sempat terjadi percakapan yang alot. Waktuku cuma sedikit.

“Kai, aku tak tahu kamu bisa mendengar ini atau tidak, aku hanya ingin menyampaikan pesan ini sebelum kau pergi. Maafkan aku yang terlambat menyadarinya. Aku mencintaimu, Kai. Aku jatuh cinta padamu!” seruku tanpa kuasa menahan tangisnya. Sambil terisak, aku meninggalkan ruang informasi itu.

***

Kai beranjak dengan berat hati saat mendengar panggilan terakhir pesawatnya ke Tokyo. Saat ia melangkahkan kaki, Kai mendengar pesan Rei melalui pengeras suara. Kai tersenyum bahagia. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengirim pesan pada Rei, "Terimakasih telah mencintaiku, Rei. Kutunggu kau di Tokyo.”

Rei yang melupakan ponselnya karena terburu-buru pergi, masih tertunduk lemas di sebuah kursi di pojok bandara. Ia masih tak percaya, ia bisa kehilangan waktu yang sangat berharga untuk bertemu dengan Kai. Karena kesalahannya, mereka berpisah tanpa sebuah pertemuan. Tapi, hei, mungkin saja Rei akan lebih semangat ketika mendapati pesan Kai di ponselnya sepulang nanti!

Baca Juga: [Cerpen] Mengintip Orang Bercinta

Rieska Photo Verified Writer Rieska

penyuka sepi dan penikmat kopi

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Paulus Risang

Berita Terkini Lainnya