[CERPEN-AN] Lelaki dengan Sayap di Punggungnya

Awalnya aku bisa, namun...

Aku berdiri di atas atap gedung apartemen, bau kematian terasa tercium di hidungku yang bangir. Bagaimana rasanya hidup tanpa motivasi? Setiap bangun tidur kau hanya mendapati dirimu berada di jurang keputusasaan. Seperti halnya zombie, kau hidup, tapi tanpa nyawa.

**

Apa yang akan dilakukan oleh seorang lelaki penjaga apartemen yang sehari-harinya hanya duduk di meja macam resepsionis yang harus selalu siap dalam kondisi apapun melayani dan memperhatikan para penghuni apartemen bobrok dengan segala keluhan dan sikap acuhnya? Ditemani oleh sebuah radio tua dengan antena memanjang mendengarkan lagu-lagu lawas macam Elvis Pressley sampai lagu-lagu Queen yang melegenda hingga kini.

Tak ada yang sudi untuk sekedar berbincang-bincang tentang kehidupan yang memuakkan atau tentang kucing-kucing peliharaan yang sering bolak-balik ke dokter hewan karena masalah pencernaan, kecuali dia..

Seorang wanita berlesung pipit di kedua pipi apelnya bernama Rose, yang sejak lima bulan ini menempati apartemen tua milik seorang lelaki pensiunan yang juga tua, cerewet dan sedikit melankolis. Senyum tulus Rose selalu menjadi oase bagiku, seorang lelaki bujang yang berusia di akhir tiga puluh dengan masa depan suram.

Bagiku, Rose adalah satu-satunya wanita yang cantik dan berhati malaikat, seperti Afrodit yang terkenal karena kecantikannya. Semakin aku melupakannya, semakin besar rasa cinta untuk gadis berlesung pipit itu. Rose adalah nyawa bagiku, Rose adalah sekuntum bunga yang sedang ranum-ranumnya. Tanpa disadari, aku terobsesi pada gadis itu.

Aku terlahir untuk tidak menjadi apa-apa, aku hanya seorang pecundang bodoh yang menunggu ajal menjemput. Sejak kecil aku sudah tinggal di panti asuhan, aku tidak diberi kesempatan untuk mengetahui bahkan mengenal kedua orang tua. Aku juga tidak tahu alasan kenapa aku dibiarkan hidup. Sejak aku masih duduk di bangku sekolah, aku selalu menjadi target bullying paling empuk. Hingga pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak melanjutkan sekolah dan harus puas mengecap bangku sekolah hanya sampai jenjang SMP.

Karena dampak bullying yang parah, aku bermutasi menjadi seseorang yang memiliki karakter introvert dan rendah diri. aku tidak memiliki seorang temanpun, dan tidak ada yang sudi berteman denganku. Aku berteman akrab dengan kesepian dan kesendirian, bagiku hidup tak ubahnya seperti potongan puzzle yang kehilangan bagian potongan-potongan lainnya.

Sejak aku memutuskan untuk tidak sekolah, akupun diusir dari panti asuhan tanpa mau mendengarkan segala derita yang kudapat dari teman-teman sekolahku. Aku memutuskan untuk tidak mempercayai siapapun dan hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Karena aku hidup, maka akupun harus bekerja, karier pertamaku adalah menjadi kuli bangunan, kuli angkut di pasar, sampai kuli-kuli yang lainnya, semua itu hanya untuk sekadar bertahan hidup. Hingga suatu hari aku mendapatkan pekerjaan sebagai penjaga apartemen tua milik seorang pria tua yang juga kesepian, hingga aku bertemu dengan Rose, seseorang yang menganggapku ada dan satu-satunya orang yang menyapa dan memperhatikanku.

Sejak aku mengenal Rose, hidupku yang suram berubah menjadi percikan-percikan asa yang menggunung. Terkadang aku sering melamun dan juga sering tersenyum tiba-tiba, membuat bibirku yang hitam karena menyuplai nikotin dan cafein itu sedikit merona.

Aku tahu Rose adalah wanita sempurna, banyak lelaki yang tinggal di apatemen tua diam-diam mengagumi Rose, tidak tahu apakah di luaran sana juga banyak orang yang mengagumi Rose, aku tidak pernah tahu bahkan tidak mau tahu dunia di luar apartemen tua yang dijaga olehku. Aku hanya tahu, dari dalam diri Rose, aku mendapatkan sedikit kebahagiaan yang tidak pernah kudapatkan selama hidupku. Aku kini bermetamorfosis menjadi seseorang yang memiliki gairah hidup. Dan memiliki tujuan hidup yang tidak akan pernah terpikirkan oleh orang lain, mengagumi Rose untuk selamanya.

Walaupun sebenarnya Rose hanya memberikan sekepal senyum yang sering dilontarkan tiap pagi dan sore hari, dan itu membuatku mencintainya lebih dari apapun. Bagiku, mencintai dalam diam sudah cukup untuk membuatku sedikit menikmati hidup. Atau memberikan alasan atas pertanyaan yang sering dilontarkannya pada Tuhan setiap malam. Apa alasanNya aku dipilih olehNya untuk menjadi seorang manusia.

Tapi aku tidak pernah mengetahui, bahwa cinta seperti itu hanya akan membuatku jatuh lebih dalam lagi, tidak ada yang memberitahuku akibat dari  mengagumi seorang wanita lebih dari apapun. Aku tidak pernah tahu bahwa suatu saat Rose akan pergi dari kehidupanku, aku juga tidak pernah tahu, bahwa Rose tidak akan pernah mungkin menyambut cintaku. Aku hanya tahu bahwa aku jatuh cinta pada Rose.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Aku bagaikan pungguk merindukan bulan, bahkan pungguk pun lebih baik dari diriku. Aku merasa diriku tidak pernah pantas untuk siapapun. Aku tidak memiliki apapun yang bisa kubanggakan untuk sekedar menatap mata bening gadis itu. Mata Rose adalah mata terindah yang pernah kulihat. Sepasang mata yang hanya pantas dimiliki oleh seseorang yang memiliki arti hidup. Sepasang mata yang penuh semangat dan ketulusan. Aku bahkan rela menukar nyawaku agar bisa memandang sorot mata itu lebih dekat.

Namun Rose merupakan angan-angan yang tak bisa kurengkuh setiap waktu. Saat itu telah datang, Rose akan pergi, dia akan menikah, tentu saja bukan denganku, melainkan dengan laki-laki berenergi positif, yang tentunya jauh lebih tampan dan bermasa depan cerah. Tapi seperti yang dikatakan oleh sebagian pengagung cinta yang sering kudengar dari radio tuaku, bahwa cinta tak harus memiliki. Semakin aku mengucapkan kata-kata dari para pengagung cinta itu, rasa nyeri menjalari kisi-kisi hatiku, menelantarkanku dalam kenyataan bahwa wanita yang menjadi obsesiku akan pergi meninggalkanku.

Ketika tanggal pernikahan Rose berada dalam hitungan hari, aku merasa duniaku sebentar lagi akan runtuh, tidak akan ada lagi yang menjadi motivasiku untuk terus menjalani hidup. Rose tengah berkemas-kemas, wanita berkulit cokelat dan bermata bening itu akan pergi dari apartemen tua yang dijaga olehku untuk selamanya.

Rose mengucapkan salam perpisahan kepada semua penghuni apartemen dan pemilik apartemen, juga padaku, salam perpisahan yang sama, tidak ada kecupan di pipi apalagi di bibir. Rona kebahagian terus menjalari Rose, sebaliknya untukku. Tak ada satu patah katapun yang kulontarkan pada wanitaku, dan itu membuatku menyesal. Aku hanya mampu menatap punggung Rose, hanya menatap.

Semenjak kepergian Rose, setiap malam aku pergi ke atap, hanya untuk sekedar menatap bintang-bintang di langit, membayangkan wajah cantik Rose dengan senyumnya yang manis. Mungkin wanitanya itu tengah berbahagia, tertawa bersama dengan pasangannya dan keluarganya tanpa memikirkanku tentunya.

Aku menatap ke bawah gedung, kendaraan berlalu lalang tiada henti, orang-orang berjalan kesana kemari tanpa arah. Tidak ada yang peduli pada nasib laki-laki miskin dan kesepian  berusia di akhir tiga puluh sepertiku.

Hidupku kini tidak ada artinya, cinta membuatku melayang sekaligus menghempaskanku secara bersamaan. Tidak ada yang peduli padaku, seperti halnya orang tuaku yang membuangku di panti asuhan sejak bayi. Aku tidak memiliki jaminan hari tua untuk sekedar menunggu mati di panti jompo, meskipun hanya sendirian. Apalagi kini tidak ada wanita seperti Rose yang membuatku menjalani hidup dengan gembira. Semua yang dilakukan olehku adalah kesia-siaan, hidupku pun adalah bentuk kesia-siaan.

**

Pagi hari, kendaraan seperti biasa melaju dengan kecepatan sedang, orang-orang yang lewat hanya menoleh jijik lalu meneruskan perjalanan seperti tidak pernah melihat apapun. Beberapa polisi dan petugas rumah sakit menggotong mayat ke dalam ambulance dengan malas, tidak ada tangis pagi itu, seorang laki-laki tua berujar pada seorang wanita yang juga tua dengan kucing kesayangannya yang baru saja pulang dari dokter hewan karena masalah pencernaan.

“Sepertinya aku harus mencari penjaga apartemen yang baru”.

***

 

Tasikmalaya, 28 April 2019

Baca Juga: [CERPEN-AN] Setan Bisu

Asih Purwanti Photo Verified Writer Asih Purwanti

Menulis adalah cara untuk melarikan diri

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya