TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Ganti Bahan Baku, 5 Kuliner Tradisional Ini Jadi Simbol Toleransi

Siapa pun dapat menikmatinya tanpa sungkan

Ilustrasi sate maranggi (instagram.com/eatventure)

Pernah tahu kuliner asal Solo bernama cabuk rambak? Meski namanya masih cabuk rambak, kuliner tersebut menggunakan kerupuk dari nasi bernama karak. Rambak sendiri adalah kerupuk yang terbuat dari kulit sapi. Alasan penggantian bahan baku karena harganya yang mahal.

Tak hanya cabuk rambak, lima kuliner ini juga mengganti bahan baku dengan alasan bukan karena bahan bakunya mahal. Melainkan supaya bisa menghargai antar sesama. Tak elak, kelima kuliner ini pun jadi bentuk simbol toleransi.

1. Bir pletok

bir pletok (instagram.com/pekarangan.rinanti)

Minum bir merupakan salah satu budaya yang dibawa oleh penjajah Belanda pada masa kolonial. Hal tersebut diketahui oleh masyarakat pribumi, khususnya masyaralat Betawi yang menduduki daerah Jakarta.

Sayangnya, bir yang diminum oleh para kompeni mengandung alkohol, sehingga membuat warga Betawi tidak bisa ikut merasakannya. Alhasil, masyarakat Betawi pun menginovasi minuman yang tampilannya mirip dengan bir, api tidak beralkohol bernama bir pletok.

Bir tersebut dibuat dari beragam rempah-rempah. Bir pletok juga bukan sekadar minuman. Sebab bahan baku yang digunakan, bir pletok punya banyak manfaat baik bagi tubuh.

Baca Juga: 5 Perbedaan Soto Seger dan Soto Kudus dari Jawa Tengah, Maknyus!

2. Soto kudus

soto kudus (instagram.com/danielsupriyonokedua)

Soto kudus memiliki keunikan tersendiri yang terletak dari bumbunya. Makanan berkuah rempah ini bisa dilengkapi dengan daging ayam atau daging sapi dan bisa sesuaikan dengan selera.

Di Kudus sendiri, soto ini masih bisa dijumpai dengan isi daging kerbau. Sebab memang mulanya, soto kudus dibuat dari daging kerbau. Hal ini sebagai bentuk penghormatan untuk masyarakat Kudus yang dulu mayoritas warganya memeluk agama Hindu. 

3. Lumpia

lumpia (instagram.com/naslor_matahari)

Lumpia merupakan kudapan khas Semarang yang diperkenalkan oleh perantau asal Tiongkok. Tadinya, isi lumpia identik sekali dengan daging babi.

Setelah pencetus lumpia memutuskan menikah dengan perempuan Jawa, mereka pun mengkreasikan lumpia dengan isian lain seperti udang, daging ayam, dan rebung. Mengingat masyarakat setempat tidak mengonsumsi daging babi. 

4. Sate maranggi

sate maranggi (instagram.com/eating.ivi)

Sate Maranggi khas Purwakarta masuk ke dalam bagian makanan Indonesia hasil asimilasi budaya dengan Tiongkok, lho. Sampai sekarang, sate ini masih bertahan dengan konsep tiga potongan daging pada satu tusukan, lantaran mengandung filosofi tersendiri.

Meski begitu, ada perubahan yang terletak dari bahan baku. Sate maranggi mulanya dibuat dari daging babi. Sebab penduduk setempat umumnya beragama muslim, makanan ini pun akhirnya dibuat dari daging sapi.

Verified Writer

Tifani Topan

(Food & Travel Enthusiast) Mohon maaf jika terjadi kesalahan penulisan maupun informasi. Terima kasih

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya