5 Perbedaan Teh Jepang dan Tiongkok, Warisan Budaya di Setiap Cangkir

Siapa gak suka teh? Teh merupakan minuman yang sudah tersebar di seluruh dunia dan dikonsumsi untuk minuman sehari-hari maupun untuk jamuan. Namun, di Jepang dan Tiongkok, teh bukan sekadar minuman, melainkan telah menjadi simbol budaya, spiritualitas, dan cara hidup. Di kedua negara ini, tradisi minum teh telah diwariskan selama berabad-abad dan menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari, upacara, hingga hubungan sosial.
Teh Jepang dan Tiongkok juga termasuk yang paling populer dan berpengaruh di dunia. Jepang dikenal dengan matcha dan sencha, sementara Tiongkok menawarkan kekayaan rasa melalui teh oolong, pu-erh, dan longjing. Yuk, kita eksplorasi lebih dalam apa saja perbedaan teh tradisional Jepang dan Tiongkok.
1. Asal usul dan sejarah

Teh sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Teh diyakini berasal dari Tiongkok dan dimaksudkan sebagai obat atau minuman. Seorang kaisar Tiongkok bernama Shen Nong, menemukan teh sekitar 5000 tahun yang lalu.
Teh mulai masuk ke Jepang sekitar abad ke-6 Masehi. Eisai, seorang biksu Zen, membawa pulang beberapa tanaman teh dari Tiongkok ke Jepang. Namun, Jepang memutuskan untuk menggunakan metode pengolahan yang berbeda yang menghasilkan minuman teh dengan cita rasa berbeda dengan yang ada di Tiongkok.
2. Metode pengolahan

Di Jepang, teh hijau diolah dengan cara dikukus, sementara teh hijau Tiongkok dipanggang dalam wajan. Pengukusan memberikan profil rasa dan warna yang berbeda. Selain itu, pengukusan atau pemanggangan dalam wajan memengaruhi jumlah EGCG, katekin yang banyak ditemukan dalam teh hijau.
Lebih jauh lagi, teh hijau Jepang umumnya segar dan tidak layu. Sebaliknya, pengolahan teh hijau Tiongkok membuat teh ini layu. Namun, ada sedikit teh Tiongkok yang diolah dengan cara dikukus, seperti En Shi Yu Lu. Sementara di Jepang, hanya ada satu teh yang dipanggang dalam wajan, yaitu Kamairicha.
3. Profil rasa

Teh hijau Tiongkok memiliki rasa yang lebih ringan, lebih manis, dengan aroma panggang. Sedangkan, teh Jepang beraroma sayuran dan lebih segar, sering kali pahit jika diseduh terlalu lama.
Teh hitam Tiongkok biasanya lebih manis, sering kali memiliki aroma cokelat, sedangkan teh hitam Jepang sedikit lebih sepat dan beraroma malt. Kalau kamu lebih suka teh dengan aroma yang lebih lembut dan manis, teh hijau dan hitam Tiongkok mungkin merupakan pilihan yang baik. Kalau kamu ingin teh dengan kandungan kafein lebih tinggi dan memberikan kesegaran, teh hijau Jepang mungkin cocok.
4. Jenis dan variasi teh

Jepang hampir secara eksklusif memproduksi teh hijau, dengan sekitar 60 persen konsumsi nasional adalah sencha. Jenis teh Jepang yang populer antara lain matcha, gyokuro, sencha, houjicha, dan kukicha. Teh Jepang cenderung memiliki variasi yang lebih sedikit dibandingkan Tiongkok, dengan fokus pada kualitas dan teknik pengolahan yang spesifik.
Tiongkok menawarkan variasi teh yang jauh lebih luas. Selain teh hijau, Tiongkok juga terkenal dengan teh hitam, oolong, putih, kuning, pu-erh, teh bunga, dan teh herbal. Setiap jenis teh memiliki karakteristik, rasa, dan metode penyajian yang unik, mencerminkan kekayaan sejarah dan budaya teh Tiongkok.
5. Teknik penyajian

Teh Jepang diseduh dengan suhu air 60–80 derajat Celcius menggunakan kyusu untuk teh daun seperti sencha dan gyokuro, sementara matcha disiapkan dengan chawan dan dikocok menggunakan chasen hingga berbuih. Proses ini mencerminkan nilai estetika dan kesederhanaan Jepang.
Sebaliknya, teh Tiongkok sering diseduh dengan metode Gongfu Cha, memakai gaiwan atau teko kecil. Air yang digunakan lebih panas, yaitu antara 85–100 derajat Celcius. Penyeduhan dilakukan berkali-kali dalam waktu singkat untuk mengeksplorasi rasa. Penyajian Tiongkok menekankan presisi dan relaksasi.
Dengan memahami keunikan teh dari masing-masing negara, kita gak hanya bisa lebih menghargai secangkir teh, tetapi juga warisan budaya di baliknya. Kamu sendiri, lebih sering minum teh Jepang atau Tiongkok?