TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Fakta Songgo Buwono, Kuliner dari Keraton Yogyakarta yang Filosofis

Makanan favorit Sultan Hamengkubowono VIII, nih!

ilustrasi sangga buwana (instagram.com/_brownita)

Yogyakarta memang istimewa, baik tempat wisata, budaya, hingga kulinernya yang bikin rindu. Gudeg, bakpia, geplak, dan jadah tempe adalah beberapa contoh makanan khas Yogyakarta yang wajib dicicipi dan dijadikan oleh-oleh jika berkunjung ke Yogyakarta.

Di Yogyakarta, terdapat makanan bernama songgo buwono. Makanan ini hasil akulturasi dari makanan Indonesia dan Eropa. Dulunya, makanan ini disajikan di Keraton saja, tapi sekarang bisa dinikmati oleh berbagai kalangan. Songgo buwono berbentuk seperti sandwich atau burger.

1. Songgo buwono tercipta di dapur Keraton Yogyakarta

ilustrasi sangga buwana (instagram.com/ayusoebroto)

Secara umum, songgo buwono ini adalah kudapan yang dipengaruhi oleh budaya Eropa. Makanan ini terdiri dari choux-pastry dengan isian ragout, telur, selada, dan mayones. Songgo buwono bermula saat masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VII yang suka dengan makanan tradisional sehat dan rendah lemak.

Namun, perkembangan songgo buwono ini terjadi pada masa Hamengkubuwono VIII. Sultan HB VIII sering mengundang orang Belanda ke Perjamuan. Hadirnya orang Belanda tersebut mempengaruhi budaya di Keraton, mulai dari seni pertunjukan yang menggunakan properti modern hingga menu makanan yang disajikan.

Resep songgo buwono tercipta dari R. W. Hendrobudjono, pemimpin dari Pawon Prabeya, salah satu dapur di Keraton Yogyakarta yang menyajikan makanan sehari-hari sultan, terutama makanan tradisional yang dipadu-padankan dengan makanan Eropa. Songgo buwono menjadi salah satu makanan favorit dari Sultan Hamengkubuwono VIII.

2. Awalnya disajikan untuk para priyayi dan keluarga kerajaan saja

ilustrasi sangga buwana (instagram.com/dapurarrum_)

Songgo buwono awalnya disajikan untuk keluarga keraton Yogyakarta, para priyayi, atau bangsawan, dan para tamu penting di pernikahan kerajaan. Masyarakat yang masih menjadi kerabat kerajaan juga biasanya menyuguhkan songgo buwono saat pesta.

Songgo buwono disajikan pada saat yang tidak dekat dengan waktu makan sehari-hari, seperti disajikan saat pukul 9-10 pagi atau 3-5 sore. Jadi, songgo buwono dulu sangat eksklusif untuk kalangan-kalangan atas saja. Namun, kini songgo buwono bisa ditemui di berbagai festival makanan dan beberapa restoran di Yogyakarta.

Baca Juga: 7 Spot Makan Populer Dekat Keraton Yogyakarta, Resto hingga Kaki Lima

3. Terlihat seperti burger, songgo buwono dipengaruhi beberapa budaya

ilustrasi sangga buwana (instagram.com/birotapemsetdadiy)

Konsep dari songgo buwono ini seperti sandwich atau burger. Komponen utamanya adalah choux pastry atau adonan kue yang dipakai untuk kulit kue sus. Kue sus tersebut dibelah menjadi dua.

Setelah itu, bagian kue sus yang bawah ditimpa dengan selada. Di atas selada diberi ragout, yaitu adonan campuran daging cincang, wortel, buncis, susu, jagung, susu, tepung terigu, keju, dan berbagai bumbu. Di atas ragout diberi setengah buah telur rebus.

Gak cuma itu, di atasnya lagi diberi saus mustard jawa yang terbuat dari mayones, mustard, tepung terigu, margarin, gula, pasir, garam, dan air. Songgo buwono kemudian disajikan dengan acar mentah yang terbuat dari wortel, bawang merah, dan cabai.

Dalam songgo buwono terdapat berbagai pengaruh budaya. Adonan kue sus berasal dari budaya Barat. Sedangkan mayones berasal dari Prancis yang dimodifikasi sesuai lidah orang Jawa dan ragout berasal dari Asia serta Eropa.

4. Makanan yang sarat akan filosofi

ilustrasi sangga buwana (instagram.com/ninana_kitchen)

Songgo memiliki arti menyokong, sedangkan Buwono berarti dunia atau kehidupan di dunia. Songgo buwono berarti penyokong kehidupan di dunia. Pada acara pernikahan dan songgo buwono disuguhkan, itu memiliki arti harapan untuk pengantin baru agar dapat mandiri dan menyokong kehidupan mereka seterusnya.

Songgo buwono juga menyimbolkan kuasa dari Tuhan Yang Maha Esa. Setiap komponen dari songgo buwono menyimbolkan ciptaan Sang Maha Pencipta. Kue sus menyimbolkan dunia, selada menyimbolkan tanaman dan hutan yang menyokong kehidupan, ragout menyimbolkan orang-orang dan berbagai keragamannya, mustard menyimbolkan langit, telur adalah gunung, dan acar merupakan representasi dari bintang-bintang dan benda-benda langit yang mengisi langit.

Harapannya, ketika seseorang memakan sangga buwana dapat mengingat ciptaan-ciptaan dari Tuhan. Rasa songgo buwono yang manis, gurih, dan asam menyimbolkan pengalaman beragam yang dilalui manusia.

Baca Juga: 6 Tips Membuat Kue Sus yang Anti Gagal, Jaminan Renyah di Luar!

Verified Writer

Wanudya A

You'll never walk alone.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya