Ngobrol Seru Bareng Owner Bober Cafe, Ruang Komunitas dalam Kafe Hits

Gak cuma sekadar nongkrong

Di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Surabaya, bisnis kuliner berkembang sangat pesat. Perubahan tren bisnis kuliner yang sangat dinamis memunculkan banyak tempat makan dengan konsep baru. Tak jarang hal ini menggeser pemain lama, tapi banyak juga yang bertahan, bahkan terus berkembang.

Salah satunya Bober Cafe yang pertama kali buka 13 tahun lalu di Bandung, tepatnya tahun 2005. Keeksisannya masih awet hingga sekarang. Perlahan namun pasti, mereka mulai membuka cabangnya yang ketiga di Surabaya. 

Sang owner, Theo Faybriean dan Fuad Bernardi, menceritakan perjalanan panjang Bober Cafe. Simak cerita mereka di bawah ini!

1. Terbentuk dari modal Rp4 juta saja

Ngobrol Seru Bareng Owner Bober Cafe, Ruang Komunitas dalam Kafe HitsIDN Times/Reza Iqbal

Q: Gimana awal mula tercetusnya Bober Cafe?

Theo: Awalnya, Bober dimulai oleh partner saya (di Bandung) dengan modal sekitar Rp4 juta. Jualnya Indomie sama jus. Jadi berkembang-berkembang, untung dikit, beli aset-aset. Terus ngajakin saya. Saya dulu siaran di radio, nge-MC punya uang beli apa beli apa, lumayan getting bigger, akhirnya mulai ngerti bisnis itu kayak gini dan berani ngajak orang untuk kerja sama biar bikin lebih besar lagi, besar lagi.

Q : Gimana ceritanya bisa buka cabang di Surabaya dan mengajak Mas Fuad, putra Wali Kota Surabaya Ibu Tri Rismaharini ini?

Theo : Awalnya memang mau ngurus izin di Surabaya, barangkali ada kenalan atau apa gitu. Karena submit via online susah ya kan. Tahunya dia (Fuad) main ke sini, ternyata berjodoh. 

Fuad : Tahunya dari dulu tuh Mas Giri (owner Bober juga) sudah mau nawarin. Kebetulan dulu Mas Giri ketua HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) Jawa Timur, terus ikut di sini sampai sekarang. Kan kebetulan aku juga join di HIPMI Jawa Timur. Jadi kenal-kenal gitu.

Q: Setelah buka dua cabang di Bandung, kenapa milih ekspansi ke Surabaya dan bukan ke Jakarta yang lebih dekat?

Theo: Soalnya wali kotanya ibunya Mas Fuad hahaha. Aku melihat sebagai orang Bandung, sebenarnya kota ini mirip-mirip Bandung ya. Tamannya rapi, terus lokal kontennya kuat. Kalau di sini aku dengerin radio lokal banyak ngomong bahasa Jawa, sama kayak Bandung, meski dekat Jakarta, tapi lokal kontennya tetap kuat. 

Nah, Surabaya ini cukup menjanjikan dengan adanya pabrik gelas di sini, yang membuat cost produksi makanan itu sebenarnya lebih murah. Dan ini menjanjikan untuk buka lebih dari satu cabang di Surabaya. Nah, sebenarnya dengan adanya 2-3 cabang di satu kota, kita bisa buka central kitchen, itu HPP-nya (harga pokok penjualan) bakal lebih murah lagi sih. 

2. Pencetus tren stand up comedy di depan umum dan wadah bagi komunitas

Ngobrol Seru Bareng Owner Bober Cafe, Ruang Komunitas dalam Kafe HitsIDN Times/Reza Iqbal

Q : Konsep seperti apa sih yang ingin ditonjolkan Bober Cafe?

Theo : Kalau aku pribadi, ya, dalam menjalankan Bober ini lebih ke engagement dengan  community. Karena dari situ, dengan orang-orang berkumpul, sebenarnya transaksi jual-beli adalah dampak dari orang berkumpulnya itu. Makanya kita untuk komunitas, kayak standup comedy, nonton bareng, kita gak ada regulasi-regulasi yang membebani. Buat harus ada first drink charge, harus ada gini, gak boleh pakai ini, gak boleh gitu. Gak ada kayak gitu. Karena kita benar-benar ngebebasin mau komunitas apapun juga. Komunitas seni mau pameran, mau apa, ita bebas aja. Ini sebagai etalase buat komunitas-berkarya di sini. 

Katakanlah dulu belum ada standup comedy di Indonesia. Belum ada industri, belum ada di TV, di Bober yang cabang pertama kita di Jalan Martadinata, Bandung, itu gak ada aturan first drink charge, gak ada orang yang harus minimal buy berapa untuk duduk di kursi nonton Raditya Dika. Gak ada. Karena kita dan Raditya Dika pun gak ada transaksi berupa uang gitu, gak ada. Kayak ke Ernest, Panji, kita gak ada apa-apa. ke mereka pun kita sama-sama pengin ngebangun komunitas ini, komunitas standup comedy. Sehingga, pengunjung tidak perlu bayar-bayar atau beli minimal berapa untuk nongkrong di kafe kita, nonton standup comedy.

Q : Selain bikin event, bagaimana strategi untuk menunjukkan kalau Bober memang tempatnya komunitas?

Theo : Setiap tempat memang punya karakter yang berbeda-beda. Kayak Bober di Jalan Riau, waktu itu kita gak sengaja lihat-lihat account Twitter, si Raditya Dika nge-twit butuh tempat untuk standup, kita langsung hap..hap..hap, kita DM-an(direct message) gitu. Udah gitu ya udah, jadi tempat standup comedy gitu.

Ada satu lagi Bober Jalan Sumatera, yang sekarang harus ditutup karena tidak mau diperpanjang sewanya. Itu karena kita punya giant screen yang gede banget dan bisa muat 800 orang nonton bareng MU, Liverpool, nonton di sana. Itu kita juga pada ngajakin, "Eh kita big screen silakan aja nonton, jadi ke "cap"nya sebagai komunitas bola di sana". Setiap tempat attraction sendiri dan beda-beda, ya.

Kenapa kita dengan pedenya menamakan di sini kafe dan ruang komunitas, sementara di kafe lainnya enggak? Karena di sini kita punya banyak hal yang bisa dieksplor. Kalau di sini, komunitas seni ada anak UNESA dan lainnya. Kita punya ruang buat orang mengapresiasi karya di area ini. Kalau mau stand up comedy boleh, ada stagenya di sini. Kemarin juga komunitas salsa, mereka pakai ruang di atas karena lebih cocok, tempatnya romantis kalau malam dengan lampu-lampu. Jadi ya kita gak ngebatasin.

Baca Juga: Gak Melulu Enak, Ternyata Ini Derita Jadi Foodies ala Vicky Yuwono

3. Tren kuliner hits dan kekinian terus berkembang, ikutan gak ya?

Ngobrol Seru Bareng Owner Bober Cafe, Ruang Komunitas dalam Kafe HitsIDN Times/Reza Iqbal

Q : Tren makanan kekinian selalu ada dalam beberapa bulan sekali. Apakah akan mengadopsi tren dan menu-menu mereka?

Theo : Kita gak menutup sesuatu hal yang baru, cuma kita lebih concern ke makanan yang klasik atau casual classic food. Jadi makanan yang orang makan setiap harinya. Orang kalau lapar biasanya makan apa sih? Kalau gak nasi goreng, Indomie, atau gak nasi ayam gitu. Walaupun usaha yang kita jalani ini kontemporer, bukan sesuatu yang tradisional roots gitu, tapi berusaha cari sesuatu kenapa orang mau datang ke Bober setiap hari. 

Q : Daripada ngikutin tren kuliner yang hit and run, ya?

Fuad : Iya, kita ke depannya kan penginnya juga kayak ambil makanan khasnya Surabaya. Ya kayak semanggi, rujak cingur, tapi nanti masih pengembangan tahap berikutnya. 

Theo: Itu semua tergantung consumen behavior ya. Seperti Mas Fuad Bilang, kita gak bisa company centris bahwa Bober harus begini-begini. Bahkan McDonald's dan Burger King misalnya, di luar Indonesia, mereka gak menjual ayam, tapi di Indonesia mereka terpaksa menjual ayam. 

KFC misalnya, di negara lain mereka gak punya Cafe-nya. Tapi  di sini mereka punya KFC Cafe. McD juga ada McCafe-nya. Di luar negeri tuh kursinya keras-keras, tapi di sini ada empuknya supaya  orang berlama-lama. Mereka sefleksibel itu menyesuaikan local content di Indonesia. Begitu juga kita yang produk lokal berusaha lebih fleksibel lagi dan mengangkat local wisdom yang ada di Surabaya. 

4. Susahnya berbisnis kafe

Ngobrol Seru Bareng Owner Bober Cafe, Ruang Komunitas dalam Kafe HitsIDN Times/Reza Iqbal

Q : Apa aja sih kendala selama menjalankan bisnis kafe?

Theo : Jadi bisnis kafe itu terlihat orang ada di mana-mana dan kelihatannya kayak simpel. Tapi sebenarnya lumayan kompleks. Kenapa? Karena kalau misalnya kita nonton konser, indra yang mengapresiasi itu katakanlah mata dan telinga. Kalau kita lihat karya seni, misalnya lukisan, yang mengapresiasi cuma satu indra saja.  

Cuma kalau kafe itu, orang mulai datang itu melihat interiornya kayak gimana, setelah itu dengar suara kopi mesin, suara blender, mendengar suara lagu, atau suara wajan saat memasak sesuatu, di pinggir sana ada yang chit-chat, ada yang ketawa-ketawa. Nah, semua ambience-nya mendukung. Mulai dari mata, kuping, hidung, semua jalan. Seperti kalau masuk ke Starbucks, wah udah bau kopi, kalau ke J.Co langsung bau donat, jadi indra penciuman juga dimainkan. 

Sudah mata, kuping, hidung, pas makanan datang selanjutnya dirasakan sama lidah. Jadi sebenarnya ini bisnis yang gak sesimpel itu, banyak yang kita harus pelajari, mau itu dari kompetitor, dari lebih atas dari kita atau yang lebih bawah dari kita. Jadi ini bisnis yang harus berkembang terus, harus ada ide baru lagi, ide baru lagi.

Q : Gimana caranya Bober bisa survive dari gempuran bisnis kuliner yang sekarang lagi menjamur?

Fuad : Yang pasti kita setiap bulan itu ada event atau something new, supaya tetap crowd lah di sini. 

Theo : Kalau aku berusaha untuk gak jadi kafe yang biasa-biasa aja. Kalau orang nulis di buku menunya "halal" aku tulisnya "ma", "ha", sama "laf" (dalam tulisan Arab) makanya jadinya "mahal" gitu. Walaupun kita juga halal ya, kayak gak menggunakan alkohol, tapi kita berusaha out of the box aja gitu. Kayak waktu itu berfikir siapa sih yang mau nonton sajian komedi orang melawak sendiri di depan gitu. Dulu diketawain orang pas bikin open mic, beberapa orang aja nanyain, "Mau nagapin lu, Yo? Kasihan orangnya kali, orang lagi makan juga." 

Kebayang awkward-nya gak? Dulu zaman belum ramai standup comedy, ada orang ngelawak, orang yang makan malu kali untuk ketawa juga, kayak sungkan. Tapi akhirnya lama-lama bukan cuma di kafe, tapi juga di theater, TV, semua ada standup comedy. Berusaha out of the box aja. Di saat manajer kafe nulis "Dilarang membawa makanan dan minuman dari luar", kayaknya semua kafe ngelakuin hal itu, deh. Aku mending nulis "Boleh membawa makanan dan minuman dari luar (tapi please jangan, dong)" gitu. 

Q : Jadi, so far gairah bisnis kuliner masih sangat menjanjikan, ya?

Theo: Iya betul, we've been like kayak satu outlet itu dari yang occupancy pengunjungnya katakanlah cuma kayak ribuan per bulan, kita pernah juga kena hit ke satu outlet itu di angka 21 ribu occupancy pengunjungnya. Ya dibagi margin aja sekitar berapa omsetnya, lumayanlah. Ini bisnis yang menjanjikan, tapi ini adalah pany bisnis. Pany bisnis itu kita ngumpulin pany dari pengunjung, kita cuma ngambil dari margin itu tipis banget, cuma kita ngejer ke kuantitas. Dan ini cukup menjanjikan sebenarnya. 

Ngobrol Seru Bareng Owner Bober Cafe, Ruang Komunitas dalam Kafe Hitsinstagram.com/dian_zuhri via bobercafe

Q : Walaupun menjanjikan, bisa dibilang gambling gak sih? Kan banyak tuh kafe yang tempatnya nyaman, konsepnya bagus, makanannya enak, tapi tetap gulung tikar?

Fuad: Ya itu tergantung juga faktor dari bagaimana tim di kafenya itu bekerja. Paling enggak bagaimana caranya dia promosiin atau pelayanannya seperti apa, itu kan jadi faktor-faktor penentu. Misalnya ada kafe yang standard, kok bisa ramai, itu juga karena ada ownernya bawa temannya atau apa terus jadi ramai gitu. 

Aku kenal salah satu wartawan yang juga buka kafe, tapi konsepnya warung kopi biasa, tapi ya ramai banget. Soalnya dia ngundangin teman-temannya buat datang. Jadi promosinya dari mulut ke mulut. Tempatnya jadi tambah ramai, kafe itu tergantung bagaimana dari orang-orang yang di dalamnya untuk promosi. Sama juga kualitas di kafenya seperti apa.

Theo: Semuanya ada risiko, ada hitungannya, kita kalau ngelakuin kegiatan bisnis, pasti ada perencanaan, ada proyeksi bisnis seperti apa, ada konsepnya seperti apa. Walaupun kita belum tahu nih, komunitas yang bakal ke engagement di sini itu apa. Jadi gak gambling, memang ada proyeksi bisnisnya. Kalau gambling kan seakan-akan tidak ada perencanaan, ngalir aja gitu.

Q : Target ke depan mau buka cabang berapa dan kota mana saja sasarannya?

Theo : Siapa sih yang gak pengin bisnisnya berkembang banyak gitu ya. Rencananya sih Surabaya ini pilot project untuk kita nge-spread ke semua kota dan nanti jadi percontohan. Sementara central kitchen masih di Bandung, tapi kalau Surabaya ada lebih dari satu cabang, kita harus punya central kitchen di sini.

Rencananya, Bober kafe akan menggelar grand opening pada 7-11 September mendatang. Berbagai acara seru siap meramaikan pembukaan Bober Surabaya ini. Di antaranya seperti penampilan Smash, Aura Kasih, Yura Yunita, hingga sambutan Wali Kota Tri Rismaharini. Catat tanggalnya dan ajak orang terkasih, jangan sampai ketinggalan ya!

Nah, itulah sharing bisnis dengan dua (dari lima) owner Bober. Semoga semakin banyak karya baru yang lahir dari Bober, sekaligus bisa menginspirasimu juga ya! 

Baca Juga: Awalnya Iseng, Ini Kisah Vicky Yuwono Jadi Foodies Terkenal

yummy-banner

Topik:

  • Dewi Suci Rahayu

Berita Terkini Lainnya