ilustrasi seorang anak sedang menenggelamkan wajah (pexels.com/Pixabay)
Yang membuat betrayal trauma begitu menyakitkan adalah korban yang dikhianati sering kali tidak bisa begitu saja memutuskan hubungannya dengan si pelaku. Misalnya dalam kasus orang tua atau pengasuh yang melakukan tindak kekerasan atau mengkhianati kepercayaan anak.
Bagaimanapun juga, anak tetap bergantung pada orang tua atau pengasuh karena keterbatasan kemampuan. Situasi tersebut akan menciptakan hubungan yang kompleks dengan figur keterikatan utama memberikan bahaya dan dukungan secara berbarengan.
Anak-anak korban betrayal trauma mungkin akan tumbuh menjadi orang dewasa dengan menghindari pemrosesan perilaku yang merusak. Mereka dapat membuat alasan atau mengarang cerita untuk mengimbangi kenangan yang menyakitkan. Mirisnya lagi, mereka bisa saja menyalahkan diri sendiri atas peristiwa traumatis pada masa lampau.
Individu yang pernah mengalami trauma pengkhianatan cenderung melepaskan diri dari trauma tersebut. Pada titik tertentu kehidupan, mereka mungkin akan berjuang dengan konsekuensi disosiasi ekstrem dari emosi, perasaan, dan reaksi terhadap trauma. Alih-alih menghadapinya secara langsung, mereka bisa terjebak bias dengan mengobati diri sendiri, tetapi cara yang dipilih kurang sehat atau kurang tepat.