ilustrasi berbicara dengan megafon (unsplash.com/Patrick Fore)
Pada dasarnya, manusia memiliki sifat suka diperhatikan. Dengan mempunyai teori-teori yang didengarkan oleh banyak orang, membuat ia merasa berarti dan dianggap penting di kalangannya. Secara neuroscience, ini membuat banjir dopamin dalam tubuh.
Selain itu, ini adalah cara mereka untuk aktualisasi diri. Menurut dr. Santi, dengan didukung, dibicarakan, dan dianggap penting oleh banyak orang bisa menimbulkan kebahagiaan pada mereka.
Ini ada kaitannya dengan teori hierarki kebutuhan yang diperkenalkan Abraham Maslow. Dijelaskan bahwa kebutuhan-kebutuhan di tingkat rendah harus dipenuhi lebih dulu. Aktualisasi diri berada di puncak piramida. Berturut-turut di bawahnya ada penghargaan, kasih sayang, rasa aman, dan kebutuhan fisiologi.
Bagaimana dari segi moral? Benarkah para anticovid memiliki nilai moral yang berbeda? Dokter Santi mengatakan bahwa moral yang ada dalam pikiran mereka adalah moral yang mencari keuntungan diri sendiri, bukan untuk berbuat baik pada orang lain.
"Contohnya, memakai masker bukan hanya untuk self protection, tapi juga memproteksi orang di sekitar kita. Beberapa kali saya bilang, gak harus percaya COVID-19 untuk memakai masker. Tapi paling tidak, ini adalah perilaku kamu menjaga supaya orang di sekitarmu merasa aman," jelas dr. Santi.
Nah, itulah sedikit penjelasan mengenai apa yang ada di dalam pikiran orang-orang anticovid atau penyuka teori konspirasi. Semoga bermanfaat!