ilustrasi clean eating (unsplash.com/Thought Catalog)
Menurut penelitian, clean eating bisa menyebabkan pembatasan makanan secara berlebihan, yang mana ini dapat mengakibatkan defisiensi nutrisi dan hilangnya hubungan sosial. Hal ini juga dapat menciptakan tekanan mental.
Kurangnya kejelasan mengenai rekomendasi pola makan dalam seruan clean eating berpotensi orang-orang melabeli makanan tertentu sebagai "buruk" atau "kotor" dan makanan lain sebagai "bersih" atau "baik" tanpa bukti kuat yang mendukung pelabelan tersebut. Hal ini bisa menciptakan tekanan untuk makan dengan cara tertentu dan bisa menyebabkan obsesi terhadap pola makan sehat yang merugikan.
Clean eating, mirip diet, meningkatkan risiko ortorexia nervosa. Ortorexia nervosa adalah jenis gangguan makan yang ditandai dengan fokus ekstrem pada pola makan “sehat”. Atau dalam kata lain, orthorexia nervosa merupakan tindakan penghindaran ketat terhadap makanan yang dianggap tidak sehat oleh seseorang. Ini mungkin termasuk bahan tambahan, makanan non organik, dan makanan olahan.
Istilah "ortorexia nervosa" pertama kali digunakan oleh Stephen Bratman, MD, pada tahun 1996. Ia menyebutnya sebagai “fiksasi pada pola makan yang benar”.
Walaupun tidak diakui secara resmi dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, 5th edition (DSM-5) sebagai gangguan makan tersendiri, tetapi banyak peneliti percaya bahwa ortorexia nervosa harus berada dalam kategori avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID).
Penting untuk dicatat, ada perbedaan antara ortorexia dan pembatasan makan (dietary restriction). Walaupun beberapa orang mungkin menghindari makanan tertentu karena alasan etika, agama, atau kesehatan, tetapi pengidap ortorexia memiliki pemikiran obsesif tentang kebiasaan makan mereka.
Selama pola makan kamu mencakup makanan dari semua kelompok makanan, itu tidak perlu dikhawatirkan. Pola makan yang sehat dan seimbang adalah pendekatan makan terbaik, apa pun pola makan yang kamu jalani.