Ilustrasi menggigit kemasan plastik (hinckleyprecisiondental.com)
Dilansir Medical News Today, salah satu peneliti, Johannes Völker, Ph.D, menjelaskan temuan tersebut. Menurutnya, temuan ini mengungkapkan bahwa senyawa pada plastik yang menyebabkan obesitas bukanlah BPA seperti dugaan umum.
"Kemungkinan besar, penyebab gangguan metabolisme tersebut bukanlah senyawa biasa, seperti BPA. Dengan kata lain, ada senyawa plastik lain umum yang berkontribusi pada obesitas," ujar Johannes.
Penelitian tersebut menunjuk senyawa dari produk polivinil klorida (PVC) dan poliuretana (PUR) sebagai salah satu tersangka yang memicu pertumbuhan adiposit.
Bukan cuma kemasan makanan, senyawa-senyawa pemicu pertumbuhan adiposit tersebut juga bisa menerobos dari kulit, entah dari memakai sandal plastik atau menghirup senyawa tersebut.
"Karena potensi senyawa kimiawi dan interaksi manusia dengannya, temuan ini mendukung gagasan bahwa senyawa pada plastik berkontribusi pada perkembangan obesitas," tulis penelitian tersebut.
Akan tetapi, rekan peneliti asal Norwegia, Martin Wagner, Ph.D, mengakui bahwa hasil ini tidak mutlak. Ini karena eksperimen tersebut menguji sel yang dikembangkan di cawan laboratorium, bukan langsung dari hewan.
"Terlalu awal untuk menyimpulkan kontribusi senyawa plastik pada obesitas dari perspektif kesehatan masyarakat. Ini karena penelitian kami dilakukan secara in vitro, bukan in vivo," ujar Martin.
Dengan kata lain, Martin tidak menyarankan untuk menggunakan penelitian ini sebagai penjelasan terhadap hubungan plastik dan obesitas. Akan tetapi, Martin menekankan bahwa ada hubungan antara senyawa BPA pada plastik dan obesitas yang terbukti dari berbagai studi.