Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19

Obat antidepresan apa yang digunakan?

Pandemik COVID-19 memacu umat manusia untuk meramu vaksin secepat mungkin. Dalam waktu setahun, beberapa vaksin pun rampung. Sementara negara-negara maju diuntungkan, berbagai negara berkembang mengalami kendala dalam mengendalikan COVID-19 lewat program vaksinasi massal.

Oleh karena itu, opsi pengobatan pun harus dicari, terutama yang ekonomis. Sebuah studi terbaru menemukan potensi obat antidepresan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI) terhadap COVID-19. Mari simak ulasannya berikut ini.

1. Melibatkan hampir 1.500 partisipan

Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19ilustrasi obat-obatan (futurity.org)

Dimuat dalam jurnal The Lancet Global Health pada 27 Oktober 2021 lalu, sebuah studi gabungan antara Brasil dan Kanada dalam uji klinis TOGETHER ingin mencari tahu opsi pengobatan COVID-19.

Bertajuk "Effect of early treatment with fluvoxamine on risk of emergency care and hospitalisation among patients with COVID-19", penelitian ini merekrut 1.497 pasien COVID-19 rawat jalan. Dengan usia rata-rata 50 tahun, para pasien memiliki komorbiditas seperti hipertensi, diabetes, dan obesitas. Kemudian, partisipan dibagi menjadi dua kelompok:

  • Sebanyak 741 pasien mengonsumsi SSRI fluvoxamine
  • Sebanyak 756 pasien mengonsumsi plasebo

2. Hasil: obat SSRI fluvoxamine tekan risiko rawat inap dan kematian akibat COVID-19 hingga 32 persen

Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19ilustrasi minum obat (unsplash.com/Towfiqu barbhuiya)

Dilansir Medical News Today, penelitian tersebut menerima 17 kasus kematian pada kelompok fluvoxamine. Dibandingkan dengan 25 kasus kematian pada kelompok plasebo, SSRI fluvoxamine menekan risiko kematian akibat COVID-19 hingga 32 persen.

Akan tetapi, untuk sebagian pasien dalam kelompok fluvoxamine yang meminum obat sesuai instruksi (minimal 80 persen dari dosis), ditemukan hanya satu kasus kematian dibandingkan 12 kematian pada kelompok plasebo. Para peneliti mengatakan hasil ini lebih baik dibandingkan terapi antibodi monoklonal untuk COVID-19.

Baca Juga: Studi: Obat Hipertensi Berpotensi Lawan Gejala COVID-19 Berat

3. Mengapa fluvoxamine untuk COVID-19?

Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19ilustrasi obat COVID-19 (shutterstock.com/Zety Akhzar)

Obat antidepresan SSRI fluvoxamine selama ini digunakan untuk depresi dan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Lalu, mengapa fluvoxamine dapat bermanfaat untuk COVID-19? Selain manfaat antivirus, para peneliti yakin bahwa fluvoxamine memiliki manfaat antiinflamasi atau antiperadangan.

Salah satu ancaman terbesar untuk pasien COVID-19 adalah aktivitas sistem kekebalan yang berlebihan atau badai sitokin. Fluvoxamine dapat mengaktifkan reseptor sigma-1 lebih baik dibandingkan SSRI lainnya. Aktivasi sigma-1 mengurangi produksi molekul inflamasi sitokin sehingga mencegah terjadinya badai sitokin.

Jika fluvoxamine dapat mencegah sistem kekebalan agar tidak bereaksi berlebihan, maka pengobatan sebelum rawat inap amat penting. Akan tetapi, untuk saat ini, fluvoxamine perlu menjalani uji klinis terlebih dulu untuk mengonfirmasi manfaatnya terhadap COVID-19.

Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19ilustrasi obat-obatan (unsplash.com/hikendal)

Medical News Today memaparkan bahwa fluvoxamine bisa menjadi pilihan yang lebih baik untuk pasien COVID-19 yang berisiko tinggi di awal COVID-19. Bahkan, fluvoxamine dikatakan lebih baik dibandingkan obat steroid seperti dexamethasone.

Tidak seperti steroid, fluvoxamine tidak mengorbankan aktivitas antivirus pada sistem imun tubuh sehingga obat ini jadi seperti modulator, bukan supresan imun. Oleh karena itu, sifat ini juga menjadi salah satu alasan fluvoxamine bisa mencegah badai sitokin pada pasien COVID-19.

4. Riset yang mendasari penelitian tersebut

Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19ilustrasi obat antidepresan fluvoxamine (unsplash.com/Nastya Dulhiier)

Sebelum studi ini, sebuah uji klinis berskala kecil di Amerika Serikat (AS) yang dimuat dalam JAMA Network menguji fluvoxamine untuk COVID-19. Hasilnya, pasien yang meminum fluvoxamine tidak mengalami perburukan dalam 15 hari berikutnya, dibanding pasien yang diberikan plasebo.

Selain itu, pada Februari 2021, sebuah penelitian di Prancis mengenai antidepresan dan COVID-19 dimuat dalam jurnal Molecular Psychiatry. Hasilnya, ada hubungan signifikan antara antidepresan dan penurunan risiko rawat inap dan kematian pada pasien COVID-19.

5. Kekurangan penelitian tersebut

Antidepresan Kurangi Risiko Rawat Inap dan Kematian akibat COVID-19ilustrasi minum obat (unsplash.com/Danilo Alvesd)

Dalam penelitian terbaru tersebut, para peneliti Brasil dan Kanada mencatat 84 pasien di kelompok fluvoxamine berhenti minum obat tersebut sebelum penelitian selesai karena tidak menoleransi obat. Oleh karena itu, toleransi obat menentukan kepatuhan terhadap pengobatan fluvoxamine pada pasien COVID-19 gejala ringan.

Selain itu, para peneliti Brasil dan Kanada juga menyoroti fakta bahwa sebagian besar pasien COVID-19 dalam penelitian belum menerima vaksin COVID-19. Oleh karena itu, penelitian lebih mendalam diperlukan untuk menakar manfaat obat antidepresan pada pasien COVID-19 yang telah divaksinasi.

Oleh karena itu, hasil penelitian TOGETHER ini masih belum jelas apakah berkhasiat untuk pasien yang tidak memiliki komorbiditas, yang telah divaksin komplet, dan/atau mereka yang terinfeksi varian seperti varian Delta atau varian COVID-19 lainnya. Jadi, penelitian ini harus lebih diperdalam di masa depan.

Baca Juga: Merck: Molnupiravir Ampuh Tekan Kematian akibat COVID-19

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya