Azitromisin dan Oseltamivir Tidak Lagi Diberikan untuk Pasien COVID-19

Jangan menimbun dan sembarang minum tanpa indikasi sesuai

Disusun oleh lima organisasi profesi, ada revisi protokol tata laksana laksana COVID-19. Antibiotik azitromisin atau azithromycin dan antivirus oseltamivir tidak lagi diberikan untuk pasien COVID-19 bergejala ringan yang isolasi mandiri atau isoman.

Jadi, keduanya tidak lagi direkomendasikan untuk terapi rutin pasien COVID-19 karena tidak ada bukti ilmiah kuat dan kekhawatiran akan efek samping dari pemakaian berlebihan. Pemberian azitromisin dan oseltamivir harus dibatasi dengan berbagai syarat.

1. Revisi tata laksana, azitromisin dan oseltamivir sudah tidak direkomendasikan lagi

Azitromisin dan Oseltamivir Tidak Lagi Diberikan untuk Pasien COVID-19Panduan azithromisin dan oseltamivir untuk pasien COVID-19 (IDN Times/Alfonsus Adi Putra)

Pada 14 Juli 2021, beredar revisi protokol tata laksana COVID-19 yang disusun oleh lima organisasi profesi, yaitu:

  • Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI)
  • Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
  • Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN)
  • Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Berdasarkan tata laksana tersebut, obat azitromisin dan oseltamivir tidak lagi direkomendasikan untuk pasien COVID-19 bergejala ringan.

Azitromisin dan oseltamivir hanya bisa diberikan untuk pasien COVID-19 yang suspek dan terkonfirmasi bergejala berat serta kritis. Kemudian, azitromisin diberikan "hanya jika ada kecurigaan ko-infeksi dengan mikroorganisme atipikal", sementara oseltamivir "hanya jika ada kecurigaan ko-infeksi dengan influenza".

Baca Juga: WHO Rekomendasikan Tocilizumab dan Sarilumab untuk Pasien COVID-19

2. Mengenal azitromisin dan oseltamivir

Azitromisin dan Oseltamivir Tidak Lagi Diberikan untuk Pasien COVID-19ilustrasi obat azitromisin atau azithromycin (settlementhelpers.com)

Dilansir Medical News Today, azitromisin merupakan antibiotik golongan makrolida. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pertama kali menyetujui obat ini pada tahun 1991.

Seperti semua antibiotik, azitromisin hanya digunakan untuk melawan bakteri tertentu. Maka dari itu, penggunaannya harus didasari indikasi yang sesuai lewat pemeriksaan dokter. Obat ini tidak efektif untuk melawan infeksi virus atau sebagai pereda nyeri.

Azitromisin dapat melawan berbagai macam bakteri, termasuk banyak bakteri dalam keluarga Streptococcus. Obat ini bisa menghentikan pertumbuhan bakteri berbahaya.

Dokter cenderung meresepkan obat ini untuk mengobati infeksi ringan hingga sedang pada paru-paru, sinus, kulit, dan bagian tubuh lainnya. Dokter mungkin meresepkan azitromisin untuk mengobati infeksi bakteri berikut:

  • Infeksi sinus yang berhubungan dengan Moraxella catarrhalis atau Streptococcus pneumoniae
  • Pneumonia komunitas atau community-acquired pneumonia (CAP) yang terkait dengan Chlamydia pneumoniae, Haemophilus influenzae, atau S. pneumoniae
  • Komplikasi penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yang berhubungan dengan M. catarrhalis atau S. pneumoniae
  • Beberapa infeksi kulit yang berhubungan dengan Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, atau Streptococcus agalactiae
  • Tonsilitis yang berhubungan dengan S. pyogenes
  • Uretritis dan servisitis yang terkait dengan Chlamydia trachomatis
  • Chancroid (ulkus mole) pada laki-laki yang terkait dengan Haemophilus ducreyi
  • Infeksi telinga tertentu pada anak usia 6 bulan ke atas, seperti yang berhubungan dengan M. catarrhalis

 

Menurut keterangan dari National Health Service, efek samping umum yang bisa terjadi di antaranya:

  • Mual
  • Diare
  • Hilang nafsu makan
  • Sakit kepala
  • Merasa pusing atau lelah
  • Perubahan pada indra perasa

Efek samping yang lebih parah juga mungkin terjadi, seperti:

  • Nyeri dada atau detak jantung lebih cepat atau tidak teratur
  • Kekuningan di kulit atau bagian putih mata, atau tinja pucat dengan urine berwarna gelap (ini bisa menandakan masalah pada hati atau kandung empedu
  • Telinga berdenging (tinitus), kehilangan pendengaran sementara, atau gangguan keseimbangan (vertigo)
  • Sakit para pada perut atau punggung (ini bisa menjadi tanda peringatan inflamasi pankreas)
  • Diare (mungkin disertai kram otot) yang mengandung darah atau lendir

Bila mengalami gejala-gejala di atas, segera laporkan ke dokter yang meresepkan obat.

Azitromisin dan Oseltamivir Tidak Lagi Diberikan untuk Pasien COVID-19ilustrasi oseltamivir (commons.wikimedia.org)

Oseltamivir adalah obat golongan antivirus yang umumnya dipakai untuk mengatasi gejala infeksi influenza. Cara kerjanya adalah dengan mengurangi jumlah virus yang dihasilkan oleh sel yang diserang virus.

Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, oseltamivir dapat digunakan oleh pasien flu dewasa dan anak-anak dari usia 1 tahun. Seperti azithromisin, oseltamivir juga termasuk dalam "radar" para peneliti sebagai terapi untuk COVID-19

Akan tetapi, jika penggunaannya berlebihan, bisa muncul berbagai efek samping seperti:

  • Mual dan muntah
  • Sakit perut
  • Lelah
  • Diare
  • Sakit kepala
  • Dispepsia
  • Insomnia
  • Konjugtivitis
  • Rekasi alergi
  • Sindrom Steven-Johnson

3. Tidak ada bukti ilmiah kedua obat dapat meringankan gejala COVID-19

Azitromisin dan Oseltamivir Tidak Lagi Diberikan untuk Pasien COVID-19ilustrasi obat azithromycin atau azitromisin (acc.org)

Berdasarkan studi berjudul "Azithromycin versus standard care in patients with mild-to-moderate COVID-19 (ATOMIC2): an open-label, randomised trial" dalam jurnal The Lancet Respiratory Medicine yang terbit pada 9 Juli 2020 lalu, pada pasien COVID-19 dengan derajat ringan hingga sedang yang tidak dirawat di rumah sakit, pemberian azitromisin tidak menurunkan risiko pasien dirawat di rumah sakit dan kematian, alias tidak terbukti bermanfaat.

Selain itu, merujuk laporan "Azithromycin in patients admitted to hospital with COVID-19 (RECOVERY): a randomised, controlled, open-label, platform trial" dalam jurnal The Lancet yang terbit pada Februari 2021 lalu, dilakukan penelitian yang melibatkan 7.763 pasien COVID-19. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit, azitromisin tidak terbukti dapat menurunkan risiko kematian, mengurangi lama rawat inap, dan mengurangi risiko pemakaian ventilasi mekanik.

Itulah kenapa pemberian azitromisin harus dibatasi kecuali memang ada indikasi kuat. Menurut revisi protokol tata laksana COVID-19, azitromisin diberikan jika ada kondisi ko-infeksi bakteri, dan harus disesuaikan dengan kondisi klinis, fokus infeksi, dan faktor risiko pada pasien COVID-19.

Azitromisin dan Oseltamivir Tidak Lagi Diberikan untuk Pasien COVID-19Oseltamivir (campus.extension.org)

Dalam revisi tata laksana COVID-19 tersebut, antivirus oseltamivir dilabeli "bukan untuk COVID-19". Selain itu, para dokter mengatakan kalau pemakaian oseltamivir pada awal pandemi COVID-19 dikarenakan kebingungan saat memilah gejala COVID-19 dan influenza.

Studi berjudul "Is oseltamivir suitable for fighting against COVID-19: In silico assessment, in vitro and retrospective study" dalam jurnal Bioorganic Chemistry tahun 2020 menyebut, oseltamivir tidak efektif melawan SARS-CoV-2 dalam penelitian in vitro dan penggunaan klinis oseltamivir tidak memperbaiki gejala dan tanda pasien dan tidak memperlambat perkembangan penyakit.

Studi di Wuhan dalam jurnal JAMA tahun 2020 terhadap 139 pasien COVID-19 dengan pneumonia yang dirawat di rumah sakit juga melaporkan bahwa tidak ada hasil positif yang diamati setelah pasien menerima pengobatan antivirus dengan oseltamivir.

Dilansir Drugs.com, oseltamivir tidak diindikasikan untuk pencegahan atau pengobatan infeksi SARS-CoV-2, tetapi saat ini masih sedang dalam uji klinis bersama pengobatan lain untuk mengetahui apakah oseltamivir bekerja untuk mengurangi durasi sakit, komplikasi, dan tingkat kematian pada pasien COVID-19.

Hingga saat ini, Badan Kesehatan Dunia (WHO) belum memberikan lampu hijau untuk oseltamivir sebagai obat terapi COVID-19. Oseltamivir diizinkan hanya untuk mengobati ko-infeksi virus influenza pada pasien COVID-19.

Baca Juga: Pemerintah Beri Paket Obat untuk Pasien COVID-19, Ini Isinya

Topik:

  • Nurulia

Berita Terkini Lainnya