TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Masuk Indonesia, Ini Fakta COVID-19 Omicron Varian BN.1

Semoga tidak meluas, ya

ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada Kamis (8/12), Kemenkes RI menyatakan penemuan varian Omicron baru di Indonesia, yaitu BN.1. Sementara tidak memberikan angka pasti, Kemenkes RI berusaha untuk memantau dan menekan kasus BN.1 agar tidak menimbulkan lonjakan baru.

Meski baru masuk di Indonesia, nyatanya BN.1 ternyata sudah membuat gempar Amerika Serikat (AS) dan jadi varian dominan di sana. Tidak perlu panik namun tidak abai, ini yang perlu diketahui tentang BN.1, varian turunan Omicron baru.

Turunan dari subvarian BA.2

ilustrasi varian baru COVID-19, Omicron (IDN Times/Aditya Pratama)

Dilansir Fortune, BN.1 sebenarnya masih bagian dari keluarga Omicron. BN.1 pertama kali terdeteksi pada akhir Juli 2022. Menurut data dari situs cov-spectrum.org, AS jadi negara dengan kasus BN.1 terbanyak saat ini.

Menurut situs data SARS-CoV-2 cov-lineages.org, BN.1 sendiri adalah kependekan dari B.1.1.529.2.75.5.5.1. Sudah tersebar di lebih dari 30 negara di dunia, BN.1 adalah turunan dari BA.2, yang juga dikenal sebagai stealth Omicron.

Baca Juga: Waspada, Kemenkes Temukan 20 Kasus Subvarian Baru BN.1 di Indonesia

Bisa mengelak imunitas!?

Dengan banyaknya subvarian Omicron, sulit untuk mengetahui bagaimana munculnya BN.1. Namun, peneliti Swiss yang tergabung dalam Biozentrum di University of Basel, Cornelius Roemer, menuliskan dalam Github bahwa BN.1 amat berpotensi mengelak imunitas dari infeksi sebelumnya bahkan vaksinasi. 

Lalu, bagaimana kata studi? Dalam sebuah penelitian di India yang dimuat dalam Cureus Journal of Medical Science November 2022, BN.1 dikhawatirkan memiliki hal-hal yang dibutuhkan untuk bisa menjadi varian dominan selanjutnya. Menurut Fred Hutchinson Cancer Center's Bloom Lab, mutasi di BN.1 bisa membuatnya mengelak imunitas.

Peneliti mikrobiologi asal Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), Natalie Thornburg, mengatakan bahwa BN.1 memiliki substitusi R346T yang umum terlihat di SARS-CoV-2 dominan saat ini. Mutasi substitusi tersebut bisa mengganggu pengobatan COVID-19 untuk pasien dengan gangguan sistem imun.

Belum diketahui tingkat keparahannya

ilustrasi infeksi virus corona COVID-19 (IDN Times/Mardya Shakti)

Dilansir NZ Herald, awalnya, BN.1 adalah 1 dari 100 kasus di AS, dan jika sekarang adalah 1 dari 20, jelas BN.1 memiliki keganasan yang perlu diantisipasi. Dengan kemampuan mengelak imunitas dan bisa berkembang menyaingi varian lain, BN.1 tidak bisa diremehkan.

Meski begitu, virolog dari Otago University, Dr. Jemma Geoghegan, mengatakan bahwa belum ada indikasi bahwa BN.1 bisa menyebabkan COVID-19 parah hingga kematian. Namun, karena berbagai negara di dunia sudah membuka diri, maka tak diragukan, akan banyak laporan mengenai BN.1.

Menurut Geoghegan, BN.1 hadir akibat evolusi konvergen. Dalam kondisi tersebut, spesies dari sebuah organisme mengembangkan ketahanan sebagai respons dari suatu tekanan, dalam hal ini, BN.1 terhadap imunitas.

"Kami melihat berbagai subvarian ini secara mandiri mengembangkan semacam mutasi di lokasi yang sama. Artinya, mereka mendapatkan beberapa keuntungan," tutur Geoghegan.

Baca Juga: Ini Sebaran Subvarian Baru BN.1 di Indonesia, DKI Jakarta Terbanyak

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya