TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Kisah Dokter Penyintas COVID-19, Langsung Pakai Hazmat setelah Sembuh

Sempat diminta resign keluarga, tapi ia tidak patah semangat

instagram.com/edralyn

Per hari Selasa (8/9), jumlah kematian akibat COVID-19 di Indonesia mencapai 8.230 orang. Yang membuatnya semakin miris, 102 orang di antara korban meninggal tersebut adalah para garda terdepan penanganan COVID-19. Angka tersebut bahkan belum termasuk mereka yang tertular dan menjalani perawatan. 

Salah satu dokter yang sempat terbaring karena pandemik ini adalah dr. Disa Edralyn, dokter umum di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta. Dia mengaku harus istirahat total selama kurang lebih 14 hari. Padahal saat itu jumlah pasien sedang membludak. 

Melalui live Instagram bersama Elshinta News and Talk pada hari Senin (7/9), dia berbagi pengalamannya sebagai garda terdepan sekaligus penyintas COVID-19. Simak kisahnya berikut ini!

1. Diawali dari swab iseng-iseng

Ilustrasi Tes Usap/PCR Test (IDN Times/Hana Adi Perdana)

Dokter Disa mengaku bahwa dirinya terdiagnosis COVID-19 pada pertengahan Juli lalu. Saat itu, rumah sakit tempat dirinya praktik sedang sibuk menangani pasien dengan berbagai macam keluhan, termasuk COVID-19. Di waktu yang sama, jumlah kasus pandemik terus meningkat. 

Dokter umum tersebut mengaku, saat itu dia masih bisa bekerja dengan normal. Namun, lama-kelamaan dia merasa tubuhnya semakin lemah dan performanya menurun. Akhirnya, dr. Disa memutuskan untuk tes swab atau PCR test.

"Saya sebenarnya iseng, karena kok performa saya menurun. Eh, ternyata isengnya 'berhadiah'," ceritanya.

2. Dengan perasaan campur aduk, dr. Disa masih memikirkan kondisi orang-orang di sekitarnya

instagram.com/edralyn

Hasil swab ternyata menunjukkan bahwa dr. Disa positif terinfeksi virus corona strain baru SARS-CoV-2, penyebab COVID-19. Dia mengaku tidak kaget saat mendapatkan hasil tersebut, mengingat setiap hari dia berinteraksi langsung dengan pasien walaupun sudah mengenakan hazmat suit. Ditambah lagi, dr. Disa tidak mendapatkan istirahat yang cukup. 

"Saya baru merasa syok setelah ditelepon oleh teman-teman dan keluarga. Saat itu merasa, oh iya, ya, saya kena juga ternyata," ungkapnya. 

Perasaannya saat itu tentu campur aduk. Dia bahkan sempat menangis saat dihubungi orang-orang terdekatnya. Di satu sisi, dia mengkhawatirkan dirinya sendiri. Namun, di sisi lain dia juga khawatir dengan orang-orang yang telah melakukan kontak dengannya, termasuk pasien, rekan sesama tenaga medis, serta keluarga. 

"Ada rasa bersalah takut menulari orang lain. Kalau saya pikir lagi ke belakang, justru saya worry sama orang lain, bukan hanya pada diri sendiri," tambah dr. Disa. 

Baca Juga: Risiko COVID-19 di Pesawat dan Cara Melindungi Diri, Siap Terbang?

3. Sakit kepala yang begitu menekan adalah gejala utama yang dirasakannya

pixabay.com

Meskipun tertular COVID-19, dr. Disa merasa tetap merasa beruntung saat itu. Sebab, gejala infeksi virus corona yang dirasakannya tergolong ringan. Walaupun begitu, dia memutuskan untuk tetap dirawat di rumah sakit agar tidak berkontak dengan dengan orangtuanya di rumah. 

Apa saja gejala yang dirasakan dr. Disa? Keluhan utama yang dirasakan adalah sakit kepala dan pusing yang benar-benar menyiksa. Tubuhnya lemas, sakit tenggorokan, pilek, lidah tak bisa merasakan makanan, tetapi dirinya tidak mengalami batuk.

"Di hari ketiga keempat mulai bosan sendirian di kamar rumah sakit. Masih ada gejala kadang kalau malam napas saya berat. Deg-degan juga kepikiran kapan sembuhnya," ungkapnya. 

4. Hanya dirawat di rumah sakit selama enam hari karena kondisinya pulih dengan cepat

theconversation.com

Walaupun merasa lemas dan sulit untuk bangun dari tempat tidur, dr. Disa berusaha keras melawan penyakit yang ada di tubuhnya. Dia makan semua asupan makanan dari rumah sakit, buah-buahan, dan sayuran untuk mengembalikan imunitasnya.

"Pas isolasi, saya makan makanan yang bergizi, vitamin tetap jalan, istirahat yang cukup, dan minum air yang banyak. Saya juga sehari bisa ngabisin jus jeruk yang isinya tujuh buah jeruk," katanya. 

Tubuhnya pun berangsur-angsur pulih. Hari keenam isolasi di rumah sakit, gejala sudah benar-benar hilang. Dokter yang menanganinya pun memutuskan untuk melakukan swab ulang dan ternyata hasilnya negatif. 

Akhirnya, dr. Disa pun bisa pulang dan melakukan isolasi mandiri di rumah. Walaupun begitu, dia tak berani berinteraksi dengan keluarganya. Terlebih, sang ibu sempat tertular COVID-19 beberapa bulan sebelumnya. 

"Setelah pulang dari RS, saya gak serta-merta bisa kumpul sama keluarga. Saya langsung masuk kamar dan gak keluar-keluar lagi sampai tujuh hari. Semua aktivitas dilakukan di dalam kamar," imbuh perempuan yang aktif menyuarakan pendapatnya di media sosial tersebut. 

5. Langsung pakai hazmat suit dan kembali bekerja setelah sembuh

instagram.com/edralyn

Setelah total menjalani isolasi dan perawatan selama 14 hari, akhirnya dr. Disa benar-benar pulih dari COVID-19. Sambil menerawang, dia mengatakan bahwa dirinya sangat beruntung mengingat orang lain bisa menghabiskan waktu sebulan atau lebih untuk bisa pulih. 

Dirinya sempat diminta untuk resign dari profesinya sebagai dokter oleh keluarga, tetapi dia menolak. Dia pun sempat takut tertular lagi saat kembali bekerja. 

"Takut banget takut tertular, jujur. Keluarga saya sempat ribut nyuruh saya resign, tapi kan gak mungkin, ya, baru kena sekali masa langsung resign," ujarnya. 

Hazmat suit langsung dipakainya kembali setelah 14 hari berlalu. Dia pun kembali bertugas menjadi garda terdepan dengan segala risiko yang menghadang. Bahkan, sempat ada beberapa pasien yang diduga menderita COVID-19 saat dia kembali menginjakkan kaki di rumah sakit.

6. Kesal dengan orang-orang yang percaya konspirasi COVID-19

theconversation.com

Saat ditanya bagaimana cara menyadarkan masyarakat yang masih menampik adanya COVID-19, dokter umum tersebut mengaku kesal dan bingung. Dia bahkan sempat mengobrol dengan orang-orang yang percaya bahwa pandemik ini dibuat-buat oleh para pemegang kekuasaan.

"Jujur secara manusiawi saya kesal, ini sudah begitu lama, korban sudah banyak, kok masih aja ribut ini iya atau tidak. Ini bukan saatnya ribut, tapi saatnya menekan penyebaran. Bahkan, tak peduli pendidikan dan status ekonomi, banyak yang bilang ke depan muka saya. Yakin, nih, COVID-19 beneran ada?" ungkapnya dengan kesal. 

Baca Juga: Mengenal Happy Hypoxia, Gejala Tak Biasa COVID-19 yang Ancam Nyawa

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya