Pekerja Seks Cenderung Mengalami Dismorfia Otot?
Apa yang bisa dilakukan untuk mengatasinya?
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Pekerja seks adalah salah satu pekerjaan yang cukup keras. Mereka banyak mendapatkan stigma negatif, kerap memperoleh kekerasan, perlakuan diskriminatif, dan persekusi. Selain itu, mereka juga rentan mengalami masalah mental, seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma (PTSD).
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Sexual Health pada tahun 2023 menemukan hubungan yang signifikan antara pekerja seks dan dismorfia otot. Berikut ini penjabarannya!
1. Dismorfia otot adalah bagian dari gangguan dismorfik tubuh
Dismorfia otot adalah kelainan psikologis saat seseorang terus-menerus berpikir bahwa mereka tidak cukup berotot atau ramping. Karena terobsesi dengan bentuk tubuh yang seperti itu, tak jarang mereka berolahraga secara berlebihan, menghabiskan banyak waktu di gym, dan menolak untuk berhenti walau sudah merasa letih, sakit, atau cedera. Selain itu, mereka juga menerapkan pola makan yang ketat demi mencapai tujuannya.
Orang dengan dismorfia otot sering merasa tubuhnya kecil dan lemah, meski kenyataannya ototnya sudah terbentuk. Dismorfia otot lebih umum dialami laki-laki daripada perempuan, karena otot diasosiasikan dengan kejantanan, kesuksesan, status sosial, dan mampu mengintimidasi orang lain.
Dilansir WebMD, dismorfia otot adalah salah satu kategori gangguan dismorfik tubuh. Faktor-faktor yang mungkin memicu timbulnya dismorfia otot adalah:
- Pernah mengalami perundungan (bullying).
- Merasa rendah diri.
- Kesepian dan terisolasi dari orang lain.
- Mempercayai citra tubuh yang tidak realistis, yang ditampilkan secara masif di media.