TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

5 Variant of Concern SARS-CoV-2 dan Karakteristiknya

Mulai dari Alpha hingga Omicron

ilustrasi virus corona (pixabay.com/geralt)

Menginjak tahun ketiga berperang melawan COVID-19, kita dikejutkan dengan kemunculan varian baru, yaitu Omicron. Penambahan kasus harian terus terjadi, mayoritas merupakan kasus impor dari orang yang melakukan perjalanan ke luar negeri dan sebagian kecil merupakan transmisi lokal.

Walau gejala yang muncul dari varian Omicron tergolong ringan, tetapi tidak boleh diremehkan karena penularannya sangat cepat. Kita perlu waspada mengingat ancaman COVID-19 masih terus mengintai.

Atas dasar itu, Sinovac Life Sciences Co. Ltd (produsen vaksin CoronoVac) mengadakan webinar bertajuk "Indonesian Congress Symposium on Combating COVID-19 Pandemic without Boundaries" pada Minggu (16/1/2021).

Salah satu narasumber yang dihadirkan adalah dr. Ceva Wicaksono Pitoyo, SpPD-KP-KIC dari Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) yang membahas seputar variant of concern (VoC) SARS-CoV-2 dan karakteristiknya. Simak, yuk!

1. Alpha

ilustrasi varian Alpha atau B.1.1.7. (news.yale.edu)

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa varian dikategorikan sebagai VoC jika:

  • Terjadi peningkatan penularan atau perubahan yang merugikan dalam epidemiologi COVID-19.
  • Terjadi peningkatan virulensi atau perubahan presentasi penyakit klinis.
  • Terjadi penurunan efektivitas kesehatan masyarakat dan tindakan sosial atau vaksin, terapi, dan diagnostik yang tersedia.

Menurut dr. Ceva, varian Alpha (B.1.1.7) 43-82 persen lebih menular dengan rasio kematian 1,64 kali lebih tinggi daripada varian lain sebelumnya. Mutasi N501Y menyebabkan peningkatan pelekatan virus dan afinitas protein lonjakan ke reseptor ACE-2. 

Sampel pertama terdokumentasi di Britania Raya pada September 2020. Meski begitu, varian Alpha telah dikeluarkan dari status VoC di Uni Eropa karena berkurang secara drastis sejak munculnya varian Delta.

2. Beta

ilustrasi varian Beta atau B.1.351 (pixabay.com/thiagolazarino)

Kemudian ada varian Beta (B.1.351) yang sampel pertamanya terdokumentasi di Afrika Selatan pada Mei 2020, lalu menjadi VoC pada 29 Desember 2020. Varian ini mengalami mutasi lonjakan ganda yang bisa meningkatkan pengikatan dengan reseptor ACE, ungkap dr. Ceva.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa varian Beta meningkatkan risiko penularan dan mengurangi netralisasi oleh antibodi monoklonal, serum pemulihan, dan serum pascavaksinasi. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC), hingga kini belum ada bukti bahwa varian Beta berdampak pada tingkat keparahan penyakit.

Baca Juga: 5 Cara Mencegah Infeksi COVID-19 Varian Omicron, Lakukan yuk!

3. Gamma

ilustrasi varian Gamma atau P.1 (idph.iowa.gov)

Selanjutnya adalah varian Gamma (P.1) yang sampelnya pertama kali terdokumentasi di Brasil pada November 2020. Varian ini mengalami sepuluh mutasi pada protein lonjakan dengan tiga mutasi yang terletak di domain pengikatan reseptor (RBD) yaitu E484K, K417T, dan N501Y yang meningkatkan afinitas pengikatan dengan reseptor ACE.

Menurut CDC, ada bukti bahwa beberapa mutasi pada varian Gamma bisa memengaruhi transmisibilitas dan profil antigeniknya. Ini bisa memengaruhi kemampuan antibodi (yang dihasilkan dari infeksi alami sebelumnya maupun vaksinasi) untuk mengenali dan menetralisir virus.

4. Delta

ilustrasi varian Delta atau B.1.617.2 (asm.org)

Inilah varian yang sempat menghebohkan dunia, termasuk Indonesia, tahun lalu. Akibat penularan dan infeksi yang lebih tinggi, Delta (B.1.617.2) menjadi strain yang dominan di banyak negara di dunia, ungkap dr. Ceva.

Ia mengatakan bahwa transmisinya 26-113 persen lebih tinggi dan yang paling rentan adalah mereka yang kontak dekat. Selain itu, transmisi rumah tangga juga cukup tinggi. Varian Delta sendiri pertama kali terdeteksi di India pada Oktober 2020.

Delta menjadi variant of interest (VoI) pada 4 April 2021 dan menjadi VoC pada 11 Mei 2020, menurut data dari WHO. Varian ini menjadi sorotan karena meski sudah divaksinasi, seseorang masih bisa terinfeksi dan bergejala, walau cenderung tidak parah dan risiko kematian bisa ditekan.

"Vaksinasi masih menyediakan 78 persen perlindungan terhadap infeksi varian Delta, 90 persen terhadap rawat inap, dan 91 persen terhadap kematian," tuturnya.

Baca Juga: Apa yang Harus Disiapkan sebelum Booster Vaksin COVID-19?

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya