TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Gejala dan Komplikasi HIV pada Perempuan, Ada yang Spesifik

Bisa mengalami efek pada kesehatan reproduksi

ilustrasi perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Intinya Sih...

  • Perempuan bisa mengalami komplikasi dari HIV yang berbeda dari orang lain dengan virus tersebut.
  • Perempuan dengan HIV dapat mengalami perubahan siklus menstruasi, menopause dini, dan infeksi vagina yang lebih sering.
  • Perempuan dengan HIV juga berisiko lebih tinggi terkena kanker serviks dan pengeroposan tulang.

Human immunodeficiency virus (HIV) adalah virus penyebab infeksi HIV. Disebarkan melalui cairan tubuh tertentu, HIV menghancurkan sistem kekebalan tubuh dan, jika tidak diobati, berkembang menjadi AIDS.

Gejala pertama HIV paling sering muncul segera setelah infeksi dan hilang dalam waktu singkat. Gejala HIV awal ini mirip flu dan serupa pada semua jenis kelamin.

Walaupun demikian, gejala HIV pada perempuan cenderung berbeda setelah infeksi awal. Dari perubahan siklus menstruasi hingga peningkatan infeksi vagina, HIV dapat memengaruhi tubuh dengan berbagai cara dan menyebabkan gejala.

Gejala HIV pada perempuan

ilustrasi HIV (IDN Times/Mardya Shakti)

Tanda pertama HIV pada dua pertiga orang adalah gejala mirip flu seperti demam, menggigil, dan kelelahan. Gejala ini adalah respons alami tubuh terhadap infeksi dan berkembang dalam 2–4 minggu setelah terpapar. Ini dikenal sebagai infeksi HIV akut dan dapat berlangsung dari beberapa hari hingga beberapa minggu, mengutip dari HIV and AIDS Resources.

Pada fase ini, HIV dengan cepat berkembang biak dan menyebar ke seluruh tubuh. Gejala HIV lain pada perempuan—dan orang lain mana pun—selama masa ini meliputi: 

  • Ruam.
  • Keringat malam.
  • Nyeri otot.
  • Sakit tenggorokan.
  • Pembengkakan kelenjar getah bening.
  • Ulkus mulut.

Setelah infeksi HIV akut ini, kamu memasuki tahap virus yang dikenal sebagai infeksi HIV kronis. Selama masa ini, HIV terus berkembang biak namun pada tingkat yang lebih rendah. Tanpa pengobatan, stadium tersebut dapat bertahan sekitar 10 tahun sebelum berkembang menjadi AIDS.

Infeksi HIV kronis juga dikenal sebagai infeksi HIV tanpa gejala, karena ada kemungkinan kamu tidak merasa sakit atau memiliki gejala apa pun. Gejala HIV yang lebih parah, seperti sistem kekebalan yang melemah, berkembang lebih lama.

Baca Juga: Sering Dikira Sama, Kenali Perbedaan HIV dan AIDS

Komplikasi HIV pada perempuan

ilustrasi menstruasi (pexels.com/Cliff Booth)

Selama infeksi HIV kronis, perempuan mungkin mengalami perubahan kesehatan yang berbeda dari orang lain.

Meskipun dimungkinkan untuk tidak mengalami komplikasi apa pun untuk beberapa waktu, tetapi komplikasi tersebut pada akhirnya dapat berkembang—dan ada beberapa perubahan kesehatan terkait HIV selama infeksi HIV kronis yang spesifik pada perempuan. Apa saja?

1. Perubahan siklus menstruasi

Kalau mengidap HIV, kamu mungkin menyadari perubahan pada siklus menstruasi. Perempuan dengan HIV mungkin melewatkan menstruasi. Kamu mungkin juga mengalami pendarahan yang lebih ringan atau lebih berat daripada sebelum terinfeksi.

Perempuan dengan HIV juga lebih mungkin mengalami gejala sindrom pramenstruasi (PMS) yang lebih parah. Dilansir Office on Women's Health, gejala PMS antara lain:

  • Payudara bengkak atau nyeri saat ditekan.
  • Sembelit atau diare.
  • Perasaan kembung atau mengandung gas.
  • Kram.
  • Sakit kepala atau sakit punggung.
  • Sifat lekas marah.
  • Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit.
  • Perubahan nafsu makan.

2. Peningkatan infeksi vagina

Perempuan dengan HIV lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi jamur vagina atau vaginosis bakterialis dibanding perempuan tanpa HIV.

Infeksi jamur yang terjadi setidaknya empat kali setahun, yang berarti berulang, lebih sering terjadi pada perempuan dengan HIV lanjut.

Gejala infeksi jamur vagina meliputi:

  • Gatal di dalam dan sekitar vagina.
  • Sensasi terbakar, kemerahan, dan pembengkakan pada vagina dan vulva.
  • Nyeri saat buang air kecil atau berhubungan seks.
  • Rasa sakit.
  • Keputihan yang kental, putih, dan tidak berbau.

Perempuan dengan HIV juga berisiko lebih tinggi terkena vaginosis bakterialis, kondisi saat keseimbangan normal bakteri di dalam vagina terganggu. Gejalanya antara lain:

  • Keluarnya cairan putih atau abu-abu tipis dari vagina.
  • Nyeri, gatal, atau sensasi terbakar di vagina.
  • Bau seperti ikan yang kuat, terutama setelah berhubungan seks.
  • Sensasi terbakar saat buang air kecil.
  • Gatal di sekitar bagian luar vagina.

Infeksi jamur dan kasus vaginosis bakterialis ini mungkin tidak hanya terjadi lebih sering, tetapi mungkin juga lebih sulit diobati.

3. Infeksi menular seksual berulang

Kalau memiliki HIV, kamu tidak hanya berisiko lebih tinggi tertular infeksi menular seksual (IMS) tertentu, seperti herpes genital dan penyakit radang panggul, tetapi juga berisiko lebih besar untuk mengalami lebih banyak gejala penyakit ini.

Pada orang dengan HIV, IMS juga mungkin lebih sulit untuk diobati.

ilustrasi perempuan dengan ragam bentuk tubuh dan warna kulit (pexels.com/Anna Shvets)

4. Menopause dini

Perempuan dikatakan mengalami menopause apabila menstruasi tidak terjadi selama 12 bulan. Menurut Kementerian Kesehatan RI, menopause biasanya terjadi saat perempuan memasuki usia 45–55 tahun. Namun, perempuan dengan HIV cenderung memasuki menopause lebih cepat.

Waktu transisi menjelang menopause dan menopause itu sendiri ditandai dengan berbagai perubahan, termasuk timbulnya hot flash.

Hot flash adalah saat kamu tiba-tiba merasakan panas di bagian atas atau seluruh tubuh. Sensasi tersebut dapat berlangsung antara 30 detik hingga 10 menit dan dapat terjadi pada frekuensi yang berbeda-beda.

Perempuan dengan HIV biasanya mengalami hot flash yang lebih parah dibanding perempuan tanpa HIV.

5. Pengeroposan tulang yang lebih cepat

Orang dengan HIV mengalami keropos tulang lebih cepat daripada orang tanpa HIV. Namun, ini terutama berlaku untuk perempuan HIV positif.

Bahkan, tanpa HIV, perempuan cenderung kehilangan tulang lebih cepat daripada laki-laki karena perubahan hormonal yang terjadi setelah menopause.

6. Peningkatan risiko kanker serviks

Perempuan dengan HIV berisiko lebih tinggi terkena kanker serviks. Ini karena human papillomavirus (HPV) adalah penyebab paling umum dari kanker, dan perempuan dengan HIV lebih cenderung memiliki jenis HPV penyebab kanker.

Karena peningkatan risiko ini, disarankan agar perempuan dengan HIV mendiskusikan jadwal skrining Pap smear dengan dokter.

Misalnya, beberapa pedoman merekomendasikan untuk melakukan dua kali Pap smear pada tahun pertama setelah diagnosis, dengan satu Pap smear dilakukan setiap tahun setelah dua pemeriksaan pertama normal (Journal of Women's Health, 2013).

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya