Inilah ancaman yang mengintai pasien penyakit kronis saat dan setelah bencana banjir.
Eksaserbasi penyakit kardiovaskular (penyakit jantung, hipertensi)
Banjir meningkatkan beban fisik dan psikologis, seperti evakuasi mendadak, kehilangan tempat tinggal, stres akut, yang semuanya dapat memicu kenaikan tekanan darah, aritmia (gangguan irama jantung), atau serangan jantung.
Penelitian besar menunjukkan korelasi antara paparan banjir dan meningkatnya hospitalisasi serta kematian akibat penyakit kardiovaskular dalam minggu-minggu dan bulan-bulan setelah banjir. Selain itu, keterbatasan akses ke obat antihipertensi atau antikoagulan selama krisis memperparah risiko.
Kerusakan fasilitas kesehatan dan gangguan suplai listrik (misalnya untuk alat pendukung pasien jantung) serta terputusnya rantai pasokan obat membuat pengelolaan kronis menjadi sulit. Pasien yang membutuhkan prosedur rutin atau monitoring (contoh: INR untuk pasien yang mengonsumsi warfarin) bisa kehilangan kontrol terapi, meningkatkan risiko komplikasi akut. Oleh karenanya, kontinuitas obat dan akses ke layanan darurat sangat krusial.
Gangguan kontrol diabetes (hiperglikemia, infeksi)
Bencana banjir dapat mengganggu pola makan, pengobatan, dan kebersihan. Kondisi seperti rentan bagi pasien diabetes. Hilangnya insulin atau obat oral, makan tidak teratur, serta peningkatan stres dapat menyebabkan gula darah tak terkontrol. Data dari beberapa studi pascabencana menunjukkan kenaikan komplikasi diabetes (misalnya ketoasidosis, infeksi luka) karena interupsi perawatan.
Selain itu, lingkungan pascabanjir meningkatkan risiko infeksi (gatal/infeksi kulit, luka terkontaminasi) yang pada pasien diabetes bisa cepat menjadi masalah serius karena gangguan penyembuhan. Keterbatasan akses ke perawatan luka, antibiotik, dan pemeriksaan gula berdampak langsung pada prognosis.
Perburukan penyakit paru kronis (asma, PPOK) dan infeksi pernapasan
Banjir dapat memperparah penyakit pernapasan melalui paparan jamur (mold), polusi udara, debu saat pembersihan, dan meningkatkan kejadian infeksi pernapasan. Studi multisite menunjukkan hubungan antara banjir dan kenaikan kasus penyakit pernapasan akut serta rawat inap pada pasien penyakit kronis. Selain itu, kesulitan mengakses inhaler, oksigen, atau perawatan rutin memperburuk kontrol penyakit.
Perawatan di fasilitas yang penuh atau terganggu juga mengurangi kemampuan pasien PPOK mendapatkan terapi oksigen atau rehabilitasi paru, meningkatkan risiko eksaserbasi berat. Pencegahan, seperti perlindungan pernapasan saat membersihkan rumah dan menjaga kebersihan ventilasi, menjadi penting.
Interupsi pengobatan dan layanan kesehatan rutin
Gangguan minum obat setelah banjir sangat umum dan ini berdampak buruk pada pasien penyakit kronis. Studi tentang banjir/wilayah terdampak melaporkan pasien yang terhenti pengobatannya. Ini bisa terjadi karena kehilangan obat, rusaknya fasilitas layanan, maupun keterbatasan transportasi, yang berujung pada perburukan kondisi kronis.
Beberapa studi menunjukkan kebutuhan layanan kesehatan meningkat selama berbulan-bulan setelah banjir, karena efek jangka panjang dari interupsi obat dan perawatan. Oleh karena itu, rencana kesiapsiagaan yang memastikan cadangan obat dan akses layanan sangat penting.
Dampak pada pasien gagal ginjal dan kebutuhan dialisis
Pasien dialisis juga sangat rentan saat banjir. Fasilitas dialisis bisa terendam, listrik terputus, dan transportasi ke pusat layanan terhambat. Kehilangan sesi dialisis berarti penumpukan toksin dan cairan berbahaya yang dapat mengancam jiwa. Laporan kasus pascabencana menekankan prioritas evakuasi dan jalur khusus bagi pasien dialisis.
Kesiapan fasilitas, daftar pasien prioritas, dan koordinasi antarfasilitas menjadi kunci untuk memastikan pasien tetap memperoleh perawatan esensial tersebut selama krisis.
Kanker dan gangguan layanan onkologi
Perawatan onkologi (kemoterapi, radioterapi) sangat sensitif waktu. Penundaan atau pembatalan sesi bisa memengaruhi hasil terapi. Selain itu, pasien kanker yang sistem imunnya terganggu lebih rentan terhadap infeksi yang mudah muncul di lingkungan pascabanjir. Sistem kesehatan yang kewalahan bisa menunda diagnosis baru dan follow-up pasien lama.
Manajemen pasien onkologi selama bencana memerlukan rencana cadangan komunikasi, opsi penggantian obat, serta perlindungan dari paparan infeksi di tempat evakuasi.
Dampak pada kesehatan mental dan kondisi kejiwaan kronis
Trauma, kehilangan, stres berkepanjangan, dan gangguan sosial ekonomi pascabanjir memperburuk kondisi mental seperti depresi, kecemasan, PTSD, dan perburukan gangguan jiwa kronis. Studi menunjukkan efek psikososial banjir dapat bertahan lama, memengaruhi kepatuhan pengobatan dan kemampuan mengelola penyakit kronis lainnya.
Posko pengungsi atau tempat penampungan sementara sering kali penuh dan minim privasi, dan kondisi ini memperparah gejala kejiwaan. Perawatan kesehatan mental harus menjadi bagian integral dari respons pascabencana.