ilustrasi uji praklinis (nutraingredients.com)
Sejak pertama kali ditemukan pada akhir abad ke-18, vaksin telah digunakan selama beberapa dekade hingga saat ini dan masih jadi standar emas. Seperti obat, vaksin harus melalui tahap pengujian yang ketat untuk memastikan keamanan dan efikasinya sebelum dipakai secara luas.
Setelah dikembangkan, vaksin menjalani tahap praklinis berupa pemeriksaan dan evaluasi terlebih dulu untuk menentukan antigen yang digunakan untuk memicu respons imun. Pada tahap ini, vaksin belum diujikan ke manusia, melainkan ke hewan untuk mengevaluasi keamanan dan potensinya.
Petugas kesehatan menyuntikan vaksin kepada relawan saat simulasi uji klinis vaksin COVID-19 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Kamis (6/8/2020). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Jika vaksin memicu respons imun, maka vaksin tersebut baru diujikan ke manusia. Tahap uji klinis vaksin terhadap manusia dibagi ke dalam tiga tahap:
- Tahap 1: vaksin diberikan kepada sejumlah kecil sukarelawan untuk menilai keamanannya, memastikan produksi respons imun, dan menentukan dosis yang tepat. Umumnya, tahap 1 melibatkan relawan dewasa muda yang sehat.
- Tahap 2: vaksin diberikan pada beberapa ratus sukarelawan untuk menilai keamanan dan kemampuannya memicu respons imun. Sukarelawan biasa memiliki karakteristik yang sama untuk kelompok tujuan vaksin, dari usia hingga jenis kelamin. Kelompok yang tidak mendapatkan vaksin dikelompokkan sebagai "pembanding" untuk melihat apakah perubahan pada kelompok vaksinasi disebabkan vaksinasi atau faktor lain.
- Tahap 3: vaksin diberikan pada ribuan sukarelawan dan dibandingkan dengan sekelompok orang yang tidak diberikan vaksin, melainkan produk pembanding atau plasebo untuk melihat apakah vaksin efektif melawan penyakit dalam skala yang jauh lebih besar. Uji klinis tahap 3 ini dilakukan di banyak negara dan beberapa lokasi di satu negara untuk melihat kinerja vaksin di populasi yang berbeda.
Selama uji klinis tahap 2 dan tahap 3, sukarelawan dan ilmuwan sama-sama tidak tahu mana yang menerima vaksin atau produk plasebo, sehingga dapat disebut "blinding". Ini penting agar hasil penilaian uji klinis vaksin tetap netral. Setelah uji klinis selesai, barulah para peneliti dan sukarelawan diberi tahu soal vaksin dan plasebo tersebut.
ilustrasi pengujian klinis tahap III vaksin COVID-19 (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Sesudah uji klinis mengeluarkan hasil, masih ada serangkaian langkah yang diperlukan seperti tinjauan efektivitas dan keamanan. Biasa dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan suatu negara, jika memang vaksin efektif dan aman, barulah disahkan untuk dipakai masyarakat luas.
Otoritas pengawas obat dan makanan di setiap negara pasti harus meninjau secara cermat data uji klinis dan memutuskan pengesahan vaksin untuk program vaksinasi nasional. Oleh karena itu, standar keamanan dan kemanjuran vaksin sangat tinggi karena vaksin diujikan pada orang yang dinyatakan sehat dan bebas dari penyakit tertentu.
Setelah beredar, vaksin juga terus dipantau lebih lanjut untuk melacak dampak dan keamanan vaksin setelah dipakai secara massal dan dalam jangka panjang. Data tersebut digunakan sebagai acuan untuk menyesuaikan kebijakan agar manfaat vaksin optimal dan memastikan keamanan pelacakan vaksin selama program vaksinasi nasional.
Itulah bahan-bahan utama dan tahapan dalam formulasi vaksin secara umum. Jangan takut pada vaksin! Bukan bahan aneh-aneh, vaksin dirancang secara khusus untuk memicu respons imun demi mencegah penyakit di kemudian hari.