ilustraasi minuman kemasan (pexels.com/cottonbro)
Secara teori, minuman dengan kandungan kalori yang lebih rendah memang dapat membantu mengelola berat badan. Untuk alasan inilah, minuman kemasan less sugar mungkin bisa dikatakan lebih baik daripada minuman kemasan tinggi gula untuk diet. Namun, untuk menentukan keamanannya, ini masih menjadi kontroversi.
Secara ilmiah, belum ada bukti konsisten yang menunjukkan keamanan minuman kemasan less sugar untuk diet. Studi yang tersedia saat ini masih menunjukkan hasil yang sangat beragam. Beberapa ulasan menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat menambah berat badan, beberapa lainnya melaporkan pemanis buatan dapat menurunkan berat badan.
Pada studi-studi terdahulu, misalnya dalam studi San Antonio Heart dan American Cancer Society tahun 1980, menunjukkan bahwa pemanis buatan dapat meningkatkan berat badan. Pada studi San Antonio Heart yang dilakukan terhadap 3.682 orang dewasa selama periode tujuh sampai delapan tahun, melaporkan bahwa konsumsi pemanis buatan setiap hari dapat meningkatkan BMI yang lebih tinggi.
Sementara itu, pada studi American Cancer Society yang dilakukan terhadap 78.694 perempuan selama 1 tahun, menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi minuman manis dengan pemanis buatan bertambah berat badannya sebanyak 2,7—7,1 persen daripada yang tidak menggunakan pemanis buatan.
Dalam artikel ilmiah yang berjudul “Gain Weight by 'Going Diet?' Artificial Sweeteners and The Neurobiology of Sugar Cravings” tahun 2010, menjelaskan bahwa pemanis buatan ternyata dapat meningkatkan nafsu makan. Pemanis ini dapat merangsang hormon lapar dan meningkatkan nafsu makan. Ketika seseorang mengonsumsi minuman dengan pemanis buatan, ini akan memicu keinginan untuk terus makan atau minum yang manis. Pada akhirnya menggagalkan diet.
Sementara itu, dalam studi lain yang dimuat dalam jurnal Obesitas tahun 2016, minuman dengan pemanis buatan dilaporkan dapat membantu menurunkan berat badan. Penelitian ini menguji efek pemanis buatan terhadap 303 peserta dengan kelebihan berat badan. Dalam metodologinya, peserta dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok soda diet dan kelompok air putih.
Kelompok soda diet diminta untuk minum 710 ml soda diet per hari selama satu tahun. Sedangkan kelompok air, diminta minum air per hari selama satu tahun. Hasilnya, peserta yang mengonsumsi soda diet mengalami penurunan berat badan rata-rata 6,21 kg dibandingkan dengan kelompok yang minum air, yaitu 2,5 kg.
Menambahkan dari laman Mayo Clinic dan Cancer Council SA, tinjauan terkini WHO menemukan bahwa mengganti gula dengan pemanis rendah kalori yang kuat memiliki efek jangka pendek terhadap penurunan berat badan. Hal ini justru tidak sebanding dengan efek jangka panjangnya. Penggunaan pemanis buatan jangka panjang dan harian dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, stroke, sindrom metabolik, dan penyakit kardiovaskular.