Dalam keterangannya, dokter spesialis kulit, kelamin, dan estetika, dr. Arini Astasari Widodo, SM, SpDVE mengatakan bahwa reaksi autoimun yang terkait secara khusus dengan suntik putih masih belum terlalu jelas.
“Laporan mengenai efek samping seperti ruam kulit, alergi, atau reaksi di tempat injeksi memang pernah dilaporkan. Suntikan vitamin C umumnya dianggap aman ketika diberikan dalam dosis yang direkomendasikan,” kata dr. Arini kepada IDN Times.
Suntikan ini digunakan bagi mereka yang ingin mendapatkan kulit cerah. Bahkan, menurutnya pernah ditemukan penelitian bahwa vitamin C dapat membantu pasien dengan penyakit autoimun dan alergi.
Sebuah studi klinis mengenai efek pengobatan infus vitamin C terhadap gangguan kekebalan dinilai pada empat pasien dengan penyakit autoimun (PubMed, 1995). Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
- Perawatan injeksi atau infus vitamin C menginduksi peningkatan aktivitas glukokortikoid plasma dengan penundaan sekitar 2 jam, yang dinilai dari jumlah eosinofil dan konsentrasi kortisol plasma.
- Namun, dalam waktu 2 jam setelah pemberian vitamin C, terjadi penurunan kortisol plasma yang luar biasa tanpa adanya perubahan jumlah eosinofil, sebuah temuan yang menunjukkan adanya beberapa penyerap kortisol yang fungsinya dipicu oleh vitamin C.
- Perawatan vitamin C yang sama juga mempercepat diuresis dan ekskresi 17-OHCS.
Studi lain juga menyebutkan bahwa sel T regulator (Treg) akan membantu mengontrol peradangan dan autoimun dalam tubuh. Namun, untuk menghasilkan sel T yang stabil, kamu membutuhkan vitamin C atau enzim yang disebut protein TET (EMBO Reports, 2021).
Kehadiran sel T sangat penting sehingga para ilmuwan berupaya menghasilkan yang stabil, disebut iTregs secara in vitro, untuk digunakan sebagai pengobatan penyakit autoimun.
Para ilmuwan di La Jolla Institute for Immunology dan Emory University School of Medicine melaporkan bahwa vitamin C dan protein TET dapat bekerja sama untuk memberi kekuatan yang maksimal pada sel T.