Investigasi "dugaan wabah virus Nipah" di distrik Faridpur, Bangladesh. Foto ini diambil pada 29 Maret 2018. (flickr.com/TEPHINET Secretariat/Dr. Mohammad Gazi Shah Alam)
Sejak wabah awal tersebut, wabah lainnya telah terjadi di Bangladesh, India, dan Filipina. Bangladesh mengalami wabah penyakit ini hampir setiap tahun antara tahun 2001 dan 2013, yang sebagian besar disebabkan oleh kontak dengan kelelawar pemakan buah, terutama dari meminum getah kelapa sawit mentah yang terkontaminasi dengan urine atau air liur kelelawar. Beberapa penularan terbatas dari manusia ke manusia juga terjadi.
Sebelum wabah ini terjadi di India, total 634 kasus dan 376 kematian telah tercatat di seluruh dunia. Meskipun mengkhawatirkan, tetapi angka tersebut masih relatif kecil dalam skala global.
Walaupun jumlah kasus Nipah pada manusia belum cukup untuk menyatakan dengan pasti bahwa virus ini menjadi lebih mematikan, tetap tingkat kematian akibat wabah baru-baru ini di Bangladesh dan India lebih tinggi daripada yang dilaporkan di Malaysia dan Filipina (Frontiers in Microbiology, 2022).
Selain itu, angka kematian pada wabah pertama di Bangladesh pada tahun 2001 sebesar 69 persen, sedangkan pada wabah tahun 2013 sebesar 83 persen, sementara wabah di Kerala, India pada tahun 2018 menewaskan 17 dari 18 orang yang terinfeksi—tingkat kematian sebesar 94,4 persen.
Pengujian terhadap kelelawar mengungkapkan keberadaan setidaknya dua jenis virus Nipah, yang dikenal sebagai strain Malaysia (yang juga dikaitkan dengan wabah di Filipina) dan strain Bangladesh (yang terkait dengan wabah di Bangladesh dan India).
Infeksi strain Malaysia pada manusia tampaknya tidak terlalu parah, dengan kasus yang lebih subklinis (orang terinfeksi menunjukkan beberapa gejala yang jelas), dan tidak ada tanda-tanda penularan dari manusia ke manusia.
Sudah tahu, ya, asal-usul nama virus Nipah. Walapun hingga saat ini belum dilaporkan kasus konfirmasi penyakit virus Nipah pada manusia di Indonesia, tetapi beberapa penelitian atau publikasi telah menemukan adanya temuan virus Nipah pada kelelawar buah (genus Pteropus) pada beberapa negara, termasuk Indonesia.
Pencegahan terhadap virus Nipah utamanya melalui pengendalian faktor risiko dengan langkah-langkah di bawah ini:
- Tidak mengonsumsi nira/aren langsung dari pohonnya karena kelelawar dapat mengontaminasi sadapan aren/nira pada malam hari. Oleh karenanya, perlu dimasak sebelum dikonsumsi.
- Cuci dan kupas buah secara menyeluruh.
- Buang buah yang tampak ada tanda gigitan kelelawar.
- Hindari kontak dengan hewan ternak (seperti babi, kuda) yang kemungkinan terinfeksi virus Nipah. Apabila terpaksa harus melakukan kontak, gunakan alat pelindung diri.
- Bagi petugas pemotong hewan, sarung tangan dan pelindung diri harus digunakan sewaktu menyembelih atau memotong hewan yang terinfeksi virus Nipah. Hewan yang terinfeksi virus Nipah tidak boleh dikonsumsi.
- Konsumsi daging ternak dalam keadaan benar-benar matang.
- Bagi tenaga kesehatan dan keluarga yang merawat serta petugas laboratorium yang mengelola spesimen pasien terinfeksi, terapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) dengan benar.
- Terapkan perilaku hidup bersih dan sehat seperti membersihkan tangan secara teratur dan praktikkan etika bersin yang baik.
Belum ada vaksin untuk mencegah terpapar penyakit virus Nipah. Untuk pencegahan, kita dapat menerapkan upaya pengendalian faktor risiko yang dipaparkan di atas. Sampai saat ini juga belum ada pengobatan spesifik untuk penyakit akibat virus Nipah. Tujuan pengobatan adalah terapi suportif untuk meredakan gejala, seperti infeksi pernapasan dan komplikasi neurologis.