Dokter Yafanita menyarankan untuk melihat indeks glikemik, satuan untuk mengetahui berapa lama karbohidrat bisa diproses menjadi gula dalam tubuh. Selain memilih indeks glikemik di bawah 55, ia juga menyarankan untuk memilih metode pemasakan kukus karena menghasilkan indeks glikemik lebih rendah dibanding menggoreng.
Bukan rahasia kalau buah juga memiliki kandungan gula. Makin matang buah, maka indeks glikemik juga makin tinggi. Selain itu, jika dijus (meski tak ditambahkan gula), indeks glikemik buah jadi lebih tinggi. Oleh karena itu, lebih baik konsumsi buah padat (kecuali jika sedang dalam kondisi sakit).
"Yang paling bagus untuk diabetes adalah pir, yaitu sekitar 9 gram, atau apel sekitar 10-12 gram. Nanas porsi 100 gram [mengandung] sekitar 10 gram gula. Yang paling tinggi adalah semangka ... Pilih pisang atau mangga yang tidak terlalu matang," papar dr. Yafanita.
Kemudian, ia juga menyarankan karbohidrat kompleks yang rendah kadar gula. Bukan nasi putih, ia menyarankan nasi merah yang memang digadang-gadang lebih bermanfaat bagi pasien diabetes. Selain nasi merah, umbi-umbian, gandum utuh, wortel, hingga beras basmati juga mengandung karbohidrat kompleks.
Ilustrasi makanan manis (pexels.com/AndresAyrton)
Menanggapi pertanyaan salah satu penonton, dr. Yafanita mengiyakan bahwa perempuan perlu menjaga konsumsi gula. Ini karena massa tubuh perempuan lebih rendah dibanding laki-laki. Selain itu, karena estrogen membuat tubuh mudah memproduksi lemak, konsumsi fruktosa berlebih bisa berbahaya untuk perempuan.
“Makin bertambah usia, makin rendah kebutuhan gula dan kalori," kata dr. Yafanita.
Salah satu komplikasi yang disorot oleh dr. Yafanita adalah sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang termasuk akibat dari konsumsi gula tinggi. Selain obesitas, gula berlebihan membuat ovarium tak berfungsi maksimal. Sebab itulah, dr. Yafanita mengatakan bahwa pasien PCOS harus menurunkan gula, kalori, dan tentu saja, berat badan.