Studi mengamati 73 penelitian di seluruh dunia sejak tahun 1957. Hasilnya, 53 penelitian menunjukkan bahwa perempuan yang melakukan aborsi memiliki peningkatan risiko kanker payudara (Medicine, 2018).
Penelitian menyatakan bahwa perempuan yang melakukan aborsi sebelum kehamilan cukup bulan pertamanya memiliki peningkatan risiko sebesar 50 persen terkena kanker payudara, sedangkan perempuan yang melakukan aborsi setelah kehamilan cukup bulan pertamanya memiliki peningkatan risiko sebesar 30 persen (Journal of Epidemiology and Community Health, 1996).
Namun, banyak penelitian ini ternyata mengalami kecacatan dalam hal pengumpulan data. Selain itu, perempuan yang telah didiagnosis mengidap kanker payudara lebih besar kemungkinannya untuk melakukan aborsi, karena mereka mengidentifikasi faktor-faktor risiko sejak dini. Akibat kelemahan metodologi dalam studi kasus ini, hubungan antara aborsi dan kanker payudara tampak lebih besar daripada yang sebenarnya.
Sebuah metaanalisis meninjau data dari 53 penelitian yang melibatkan 83.000 penyintas kanker payudara di 16 negara. Para peneliti tidak menemukan bahwa aborsi meningkatkan risiko kanker payudara (The Lancet, 2004).
Studi lainnya terhadap lebih dari 100.000 perempuan di Amerika Serikat juga tidak menemukan hubungan antara aborsi yang disengaja atau spontan dengan kanker payudara (JAMA Internal Medicine, 2008).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak ada cukup bukti untuk mengonfirmasi kaitan antara aborsi dan kanker payudara.