ilustrasi vaksin (pixabay.com/mirkosajkov)
Menurut situs kesehatan Public Health, kekhawatiran yang meluas bahwa vaksin meningkatkan risiko autisme berawal dari penelitian tahun 1997 yang diterbitkan di jurnal The Lancet, yang menyatakan bahwa vaksin campak, gondok, rubella (MMR) meningkatkan autisme pada anak-anak di Inggris.
Akan tetapi, makalah ini sepenuhnya didiskreditkan karena kesalahan prosedural yang serius, konflik kepentingan keuangan yang tidak diungkapkan, dan pelanggaran etika. Akhirnya, peneliti yang bertanggung jawab atas publikasi tersebut kehilangan lisensi medisnya dan papernya ditarik dari The Lancet.
Sayangnya, hipotesis tersebut terlanjur ditanggapi dengan serius oleh masyarakat. Bahkan, beberapa studi besar lainnya telah dilakukan dan tak satu pun yang dapat membuktikan hubungan antara vaksin apa pun dan kemungkinan mengembangkan autisme.
Beberapa penelitian telah mengidentifikasi gejala autisme pada anak jauh sebelum mereka menerima vaksin MMR. Bahkan, penelitian yang lebih baru memberikan bukti bahwa autisme berkembang di dalam rahim, jauh sebelum bayi lahir atau menerima vaksinasi.
Patut diakui, vaksin adalah pilar besar pengobatan modern. Jika kita menengok beberapa abad lalu, sebelum vaksinasi ditemukan, kehidupan sangatlah ganas akibat berbagai penyakit, seperti campak, cacar, batuk rejan, atau rubella. Beruntung, setelah vaksin ditemukan, berbagai penyakit ini dapat dicegah sepenuhnya hanya dengan suntikan sederhana. Jadi, sangat tidak tepat jika orang sampai orang menganggap vaksin berbahaya mengingat berapa banyak kematian dan penyakit yang telah dicegah oleh vaksin.